Jumat, 24 Februari 2017

TEKNIK PENCATATAN DAN PELAPORAN PENYULUHAN SOSIAL



TEKNIK PENCATATAN DAN PELAPORAN

PENYULUHAN SOSIAL
Diajukan untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Penyuluhan Sosial
Dosen Pengampu :
Ati, M.Ag

BAB I

PENDAHULUAN
A.    Latarbelakang Masalah
Penyuluhan sosial dipandang sebagai helping process yang memiliki sifat memperbaiki dan meningkatkan keberfungsian sosial individu, kelompok atau masyarakat. Dalam mengemban isi atau amanah dari masyarakat maka perlu cara yang baik untuk mencapai tujuan. Praktik penyuluhan sosial harus dapat dikontrol oleh masyarakat dan dapat dipertanggung jawabkan secara profesional.
Pencatatan dan pelaporan adalah indikator keberhasilan suatu kegiatan. Tanpa ada pencatatan dan pelaporan, kegiatan atau program apapun yang dilaksanakan tidak akan terlihat wujudnya. Output dari pencatatan dan pelaporan ini adalah sebuah data dan informasi yang berharga dan bernilai bila menggunakan metode yang tepat dan benar. Jadi, data dan informasi merupakan sebuah unsur terpenting dalam sebuah organisasi, karena data dan informasilah yang berbicara tentang keberhasilan atau perkembangan organisasi tersebut.

B.       Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang masalah yang telah penulis kemukakan sebelumnya, maka penulis merumuskannya dalam bentuk pertanyaan berikut :
1.      Bagaimana teknik pencatatan penyuluhan sosial?
2.      Bagaimana teknik pelaporan penyuluhan sosial?

C.      Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai penulis dalam penyusunan karya tulis ini adalah sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui teknik pencatatan penyuluhan sosial
2.      Untuk mengetahui teknik pelaporan penyuluhan sosial
 
BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pencatatan
Pencatatan yang dimaksud dengan pencatatan adalah kegiatan atau suatu proses pendokumantasian suatu aktifitas dalam bentuk tulisan. Pencatatan dilakukan diatas kertas, disket, flashdisk, pita nama dan pita film. Bentuk catatan dapat berupa tulisan, garafik, gambar dan suara. Dokumentasi tertulis tentang seluruh kegiatan dari Penyuluh Sosial, antara lain : pertemuan dengan klien, pertemuan dengan keluarga klien, kunjungan rumah, kontak dengan pihak-pihak terkait, rapat-rapat/diskusi kasus, pertemuan dengan lembaga/instansi, dan lainnya.[1]
Catatan yang baik adalah catatan yang akurat, obyektif dan tidak bias, fokus pada informasi kritis, mutakhir, ditulis dengan baik, terorganisir dan jelas, mendokumentasikan sumber informasi dengan jelas, memberikan alasan untuk semua keputusan dan dan tindakan dan mendokumentasikan kesesuaian dengan kebijakan lembaga dan panduan praktik.
Dalam suatu pencatatan dalam bidang penyuluhan sosial, kurang lebih didalamnya mencakup hal-hal seperti berikut :
1.        Identitas Kelompok Sosial Binaan
Identitas adalah suatu ciri-ciri atau tanda-tanda yang melekat pada diri seorang individu yang menjadi ciri khasnya. Identitas sering dihubungkan dengan atribut yang disematkan kepada individu yang sebenarnya memiliki sifat majemuk. Secara teoretis, Hakikat identitas adalah sesuatu yang dinamis dan beragam ekspresi: individu maupun kelompok yang terlibat dalam prosesnya hanyalah bersi­fat parsial dan tidak lengkap.
Identitas sangat sering dibentuk oleh praktik-praktik yang khas dan kejadian-kejadian yang saling terkait satu dengan lainnya. Dalam kenyataan sehari-hari identitas dapat berupa pengakuan subjektif yang dijelaskan oleh seseorang atau kelompok untuk dikenali oleh pihak luar atau pernyataan orang luar yang disematkan kepada kelompok tersebut. Penyematan pihak luar terhadap suatu kelompok seringkali tidak sesuai dengan kenyataannya. Penyematan bisa saja terbentuk atas reduksi hakikat seseorang atau kelompok yang sesungguhnya majemuk.[2]
Sedangkan identitas sosial merupakan kategorisasi diri dalam hal kelompok, dan lebih terfokus pada makna yang terkait dalam menjadi anggota kategori sosial, dengan penekanan yang lebih besar pada identifikasi kelompok, berfokus pada hasil kognitif seperti ethnosentrisme atau kohesivitas kelompok.[3]
Jadi identitas kelompok sosial binaan yakni suatu kelompok binaan yang memiliki suatu ciri khas inti pada kelompoknya, dan lebih terfokus pada makna yang terkait untuk menjadi anggota kategori sosial yang sedang dibina. Salah satunya yakni kelompok sosial penyandang disabilitas.
Disabilitas merupakan suatu ketidakmampuan tubuh dalam melakukan suatu aktifitas atau kegiatan tertentu sebagaimana orang normal pada umumnya yang disebabkan oleh kondisi ketidakmampuan dalam hal fisiologis, psikologis dan kelainan struktur atau fungsi anatomi. Dahulu disabilitas lebih dikenal oleh masyarakat dengan sebutan penyandang cacat.
Penyandang disabilitas merupakan orang yang mempunyai keterbatasan mental, fisik, intelektual maupun sensorik yang dialami dalam jangka waktu lama. Ketika penyandang disabilitas berhadapan dengan hambatan maka hal itu akan menyulitkan mereka dalam berpartisipasi penuh dan efektif dalam kehidupan bermasyarakat berdasarkan kesamaan hak.[4]



2.        Data Anggota Kelompok Binaan
Kelompok binaan dalam penyandang disabilitas yang berada di daerah Kota Bandung diantaranya :
a.         Penyandang Cacat Fisik
1)      Tuna Netra, berarti kurang penglihatan. Keluarbiasaan ini menuntut adanya pelayanan khusus sehingga potensi yang dimiliki oleh para tuna netra dapat berkembang secara optimal.
2)      Tuna Rungu/ Wicara, ialah individu yang mengalami kerusakan alat atau organ pendengaran yang menyebabkan kehilangan kemampuan menerima atau menangkap bunyi serta suara. sedangkan Tuna Wicara, ialah individu yang mengalami kerusakan atau kehilangan kemampuan berbahasa, mengucapkan kata-kata, ketepatan dan kecepatan berbicara, serta produksi suara.
3)       Tuna Daksa, secara harfiah berarti cacat fisik. Kelompok tuna daksa antara lain adalah individu yang menderita penyakit epilepsy (ayan), kelainan tulang belakang, gangguan pada tulang dan otot,serta yang mengalami amputasi.
b.        Penyandang Cacat Mental
1)      Tuna Laras, dikelompokkan dengan anak yang mengalami gangguan emosi. Gangguan yang muncul pada individu yang berupa gangguan perilaku seperti suka menyakiti diri sendiri, suka menyerang teman, dan lainnya.
2)      Tuna Grahita, sering dikenal dengan cacat mental yaitu kemampuan mental yang berada di bawah normal. Tolak ukurnya adalah tingkat kecerdasan atau IQ.
c.         Penyandang Cacat Fisik dan Mental (Ganda)
Kelompok penyandang jenis ini adalah mereka yang menyandang lebih dari satu jenis keluarbiasaan, misalnya penyandang tuna netra dengan tuna rungu sekaligus, penyandang tuna daksa disertai dengan tuna grahita atau bahkan sekaligus.
3.        Materi Pembinaan
Dalam pelayanan suatu penyuluhan sosial diperlukan materi yang harus disampaikan diantaranya[5] :
a.         Motivasi dan Diagnosis Psikososial
Motivasi dan diagnosis psikosial sebagaimana dimaksud dalam Peraturan  Menteri Sosial  Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2014 Tentang Standar Rehabilitasi Sosial Dengan Pendekatan Profesi Pekerjaan Sosial Pasal 7 merupakan upaya yang diarahkan untuk memahami permasalahan  psikososial dengan tujuan memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan keberfungsian sosial. Dalam motivasi dan diagnosis psikosial didalam nya adalah pemberian materi mengenai pentingnya berinteraksi dengan masyarakat dan lingkungan untuk mewujudkan kepercayaan diri.
b.        Pembinaan Kewirausahaan
Pembinaan kewirausahaan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan  Menteri Sosial  Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2014 Tentang Standar Rehabilitasi Sosial Dengan Pendekatan Profesi Pekerjaan Sosial Pasal 7 merupakan usaha pemberian keterampilan kepada penerima pelayanan agar mampu hidup mandiri dan/atau produktif.
c.         Bimbingan Mental dan Spiritual
Bimbingan mental spiritual sebagaimana dimaksud dalam Peraturan  Menteri Sosial  Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2014 Tentang Standar Rehabilitasi Sosial Dengan Pendekatan Profesi Pekerjaan Sosial Pasal 7 merupakan kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan serta memperbaiki sikap dan perilaku berdasarkan ajaran agama.
d.        Bimbingan Fisik
Bimbingan fisik sebagaimana dimaksud dalam Peraturan  Menteri Sosial  Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2014 Tentang Standar Rehabilitasi Sosial Dengan Pendekatan Profesi Pekerjaan Sosial Pasal 7 merupakan kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan  kesehatan jasmani penerima pelayanan.
e.         Bimbingan Sosial dan Konseling Psikososial
Bimbingan sosial dan konseling psikososial sebagaimana dimaksud dalam Peraturan  Menteri Sosial  Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2014 Tentang Standar Rehabilitasi Sosial Dengan Pendekatan Profesi Pekerjaan Sosial Pasal 7 merupakan semua bentuk pelayanan bantuan psikologis yang ditujukan untuk mengatasi masalah psikososial agar dapat meningkatkan keberfungsian sosial.
f.         Pelayanan Aksesibilitas
Pelayanan aksesibilitas sebagaimana dimaksud dalam Peraturan  Menteri Sosial  Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2014 Tentang Standar Rehabilitasi Sosial Dengan Pendekatan Profesi Pekerjaan Sosial Pasal 7 merupakan penyediaan kemudahan bagi penerima pelayanan guna mewujudkan kesamaan hak dan kesempatan dalam segala aspek kehidupan. Diantaranya memberikan “pelatihan pengoperasian komputer braile” dengan tujuan untuk memudahkan para penyandang disabilitas dalam mengoperasikan komputer.
g.        Bimbingan Resosialisasi
Bimbingan resosialisasi sebagaimana dimaksud dalam Peraturan  Menteri Sosial  Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2014 Tentang Standar Rehabilitasi Sosial Dengan Pendekatan Profesi Pekerjaan Sosial Pasal 7 merupakan kegiatan untuk mempersiapkan penerima pelayanan agar dapat diterima kembali ke dalam keluarga dan masyarakat. Pemberian bimbingan ini bertujuan untuk menumbuhkan makna diri. Materi yang dapat diberikan diantaranya tentang “menumbuhkan potensi diri untuk bersaing di masyarakat luas”.



4.        Metode Pembinaan
Metode pembinaan yang diterapkan dalam kelompok binaan penyandang disabilitas yang paling tepat dari materi-materi binaan yang disampaikan yakni melalui metode rehabilitasi yakni rehabilitasi sosial. Rehabilitasi sosial merupakan proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk memungkinkan seseorang mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat.
Jangka waktu pelaksanaan pemberian pelayanan rehabilitasi sosial di dalam panti pemerintah atau pemerintah daerah dan Lembaga Kesejahteraan Sosial paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan. Standar rehabilitasi sosial dengan pendekatan profesi penyuluhan sosial bertujuan:
a.         Menjadi acuan dan pedoman bagi praktik pekerjaan sosial dalam pelayanan baik yang bersifat persuasif, motivatif, koersif agar terpenuhinya penyembuhan dan pemulihan keberfungsian individu, keluarga, dan masyarakat;
b.        Memberikan perlindungan terhadap penerima pelayanan dari kesalahan praktik pelaksanaan program rehabilitasi sosial;
c.         Meningkatkan kualitas dan kuantitas penyelenggaraan rehabilitasi sosial; dan d. memperluas  jangkauan penyelenggaraan rehabilitasi sosial.

5.        Evaluasi Pembinaan
Dalam melaksanakan penyuluhan sosial yang diberikan kepada kelompok penyandang disabilitas ini, ada beberapa hal yang menjadi fokus perhatian, yaitu :
a.         Menumbuhkan rasa percaya diri para penyandang disabilitas untuk mampu berinteraksi dengan  masyarakat dan lingkungannya.
b.        Menumbuhkan rasa percaya diri para penyandang disabilitas untuk mampu bersaing dengan orang-orang yang normal (secara fisik).
c.         Memberi akses bagi para penyandang disabilitas untuk mencari pekerjaan atau menciptakan pekerjaan sendiri dengan berwirausaha.
d.        Dengan diberikannya pelatihan pengoprasian komputer yang sudah dimodifikasi khusus untuk penyandang disabilitas, diharapkan akan memberi kemudahan dalam berkomunikasi, bisnis dan berinteraksi di jejaring sosial sehingga dapat terus uptodate terhadap informasi yang ada.
e.         Berbagai macam pelatihan, diberikan dengan tujuan untuk menumbuhkan potensi yang dimiliki, sehingga menjadikan hidupnya lebih bermakna
f.         Bimbingan dan konseling diberikan sebagai upaya memberikan bantuan kepada penyandang disabilitas untuk mengarahakan dirinya supaya dapat menemukan cara penyelesaian permasalahannya sendiri.
g.        Memberikan bimbingan fisik supaya para penyandang disabilitas akan selalu merasa sehat, dan mampu menjalankan aktivitasnya dengan baik.
Dalam melaksanakan penyuluhan sosial ini, metode yang digunakan adalah rehabilitasi sosial yang merupakan proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk memungkinkan seseorang mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat.
Rehabilitasi yang diberikan dengan mengutamakan materi-materi mengenai motivasi dan diagnosis, psikososial, pembinaan kewirausahaan, bimbingan mental dan spiritual, bimbingan fisik, bimbingan sosial dan konseling, psikososial pelayanan aksesibilitas, dan bimbingan resosialisasi  dapat terlaksana dengan baik, karena apa yang disampaikan merupakan kebutuhan pokok dan merupakan masalah dasar yang sering dialami oleh para penyandang disabilitas. Namun, dalam pelaksanaannya terdapat hambatan pada kelompok binaan penyandang disabilitas ganda (cacat mental dan fisik).




Laporan  Pencatatan
penyuluhan sosial di kelompok binaan penyandang disabilitas
kota Bandung
(periode september-oktober 2016)
No
Sasaran penyuluhan
Jumlah binaan
Materi
Metode
Waktu pelaksanaan
Evaluasi
1







2






3
Penyandang cacat fisik
a.       Tuna netra
b.      Tuna rungu/wicara
c.       Tuna daksa

Penyandang  cacat mental
a.       Tuna laras
b.      Tuna grahita


Penyandang cacat fisik dan mental (ganda)


6

5
3



5
4


2

1.    motivasi dan diagnosis psikososial
2.    pembinaan kewirausahaan
3.    bimbingan mental dan spiritual
4.    bimbingan fisik
5.    bimbingan sosial dan konseling
6.    pelayanan aksesibilitas
7.    bimbingan resosialisasi


Rehabilitasi dengan memberikan materi melaui pelatihan secara langsung dan melalui training , bimbingan dan konseling dengan melibatkan pihak-pihak terkait.

Week 1


Week 2

Week3


Week 4
Week 5


Week 6

Week 7


Terlaksana


Terlaksana

Terlaksana


Terlaksana
Terlaksana


Terlaksana

Terlaksana




B.       Pelaporan
Setiap kegiatan yang dilakukan setelah pembuatan pencatatan diakhiri dengan pembuatan laporan. Laporan adalah catatan yang memberikan informasi tentang kegiatan tertentu dan hasilnya yang disampaikan ke pihak yang berwenang atau yang berkaitan dengan kegiatan tersebut. Pelaporan merupakan cara komunikasi petugas yang dapat dilakukan baik secara tertulis maupun lisan tentang hasil dari suatu kegiatan atau intervensi yang telah dilakukan.[6]
Suatu bentuk penyampaian informasi, secara lisan maupun dengan tulisan. Penyampaian pelaporan harus diusahakan benar dan objektif serta lugas sesuai dengan apa yang terjadi di lapngan. Fungsi pelaporan, antara lain :
1.      Alat pertanggungjawaban
2.      Alat untuk mempererat dan memperkokoh kerja sama dan koordinasi
3.      Alat untuk mempermudah dan mengadakan penyusunan rencana
4.      Alat untuk mengembangkan dan menemukan ide – ide
Tahapan dalam pelaporan penyuluhan sosial yang utama laporan diserahkan kepada seksi penyuluhan di bidang partisipasi bagian jabatan fungsional yang nantinya akan diserahkan dan disahkan oleh kepala dinas sosial.


[1] Yulifah Rita, Johan Tri, Yuswanto Agus, 2012 Asuhan Kebidanan Komunitas. Jakarta: Salemba Medika. Hal.143
[2] Taylor, Shalley E,dkk, 2009. Psikologi Sosial Edisi Keduabelas. Jakarta: Kencana. Hal.11
[3] Burke J Peter, Stets E Jan, 1998. Identity Theory And Social Identity Theory. Washington State University [On-line] http://books.google.co.id/book diakses pada 16 Juli 2013.
[4] Undang-undang No 19 Tahun 2011 Tentang Pengesahan Hak-Hak Penyandang Disabilitas, (Lembaga Negara RI Tahun 2011 no 107, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 5251)
[5] Peraturan  Menteri Sosial  Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2014 Tentang Standar Rehabilitasi Sosial Dengan Pendekatan Profesi Pekerjaan Sosial. Pasal. 7
[6] Yulifah Rita, Johan Tri, Yuswanto Agus, 2012. Asuhan Kebidanan Komunitas. Jakarta: Salemba Medika. Hal.150

TEKNIK BIMBINGAN DAN KONSELING



PENDEKATAN CLIENT-CENTERD

A.        Garis Besar Teori
Pendekatan client-centered dikembangkan oleh Carl Ronger, semula adalah pendekatan nondirektif yang dikembankan pada tahun 1940-an sebagai reaksi melawan pendekatan psikoanalitik. Terapi client-centerd menaruh kepercayaan dan meminta tanggung jawab yang lebih besar kepada klien dalam mempelajari manusia (Corey, 91: 2013).
 B.       Konsep-Konsep Utama
1.     Pandangan tentang sifat manusia.
Client-centerd memandang bahwa manusia memiliki fungsi dasar yang postif, dipercaya memiliki dasar kooperatif dan konstruktif (Corey, 91: 2013).  Teori Roger mengenai pandangan tentang sifat manusia, menekankan pada pengembangan potensi yang dan kemampuan secara hakiki yang berasal dari dalam diri individu sendiri. Potensi dan kemampuan yang telah berkembang itu menjadi penggerak bagi upaya individu untuk mencapai tujuan- tujuan hidupnya (Prayitno dan Amti, 300: 2004)
Jika kita Istinbath kedalam Al-Qur’an, pandangan mengenai pandangan manusia menurut client-centered tersebut berkaitan dengan Qs.Ar-Ra’d: 11
  لَهُۥ مُعَقِّبَٰتٞ مِّنۢ بَيۡنِ يَدَيۡهِ وَمِنۡ خَلۡفِهِۦ يَحۡفَظُونَهُۥ مِنۡ أَمۡرِ ٱللَّهِۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوۡمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُواْ مَا بِأَنفُسِهِمۡۗ وَإِذَآ أَرَادَ ٱللَّهُ بِقَوۡمٖ سُوٓءٗا فَلَا مَرَدَّ لَهُۥۚ وَمَا لَهُم مِّن دُونِهِۦ مِن وَالٍ ١١
“Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”  Pada ayat tersebutpun dijelaskan bahwa jika suatu kaum (individu) ingin berubah maka merekalah yang harus merubah diri mereka sendiri dengan kemampuan dan potensi yang telah diberikan oleh-Nya (Al-Qur’an dan Tafsir)

2.     Ciri-Ciri Pendekatan Client-Centered
Rogers (1974, hlm 213-214) menjelaskan ciri-ciri mengenai pendekatan client-centered, yakni :
a.      Memfokuskan pada tanggung jawab dan kesanggupan kline untuk menemukan cara-cara menghadapi kenyataan secara penuh.
b.     Menekankan dunia fenomenal kline dengan empati yang cermat sebagai usaha untuk memahami klien dan memahami kerangka acuan internal klien.
c.      Memandang psikoterafi sebagai salah satu contoh dari hubungan pribadi yang konstruktif dimana klien dibantu untuk mengalami pertumbuhan psikoterapinya oleh terapis.
d.      Prinsip-prinsip terapi client-centerd diterapkan pada individu yang relatif normal mapun individu yang memiliki penyimpangan psikologisnya lebih besar.

3.     Tujuan Pendekatan Client-Centerd
Pada pendekatan client-centerd  tidak terlalu memberikan perhatian kepada teori mengenai kepribadian. Namun demikian, dalam sebuah proses konseling atau terapi slalu memperhaikan perubahan kepribadian. Dalam pendekatan inilah, diharapkan klien dapat mengaktualisasikan diri, memiliki kecenderungan positif kepada orang lain, memiliki person yang utuh yakni penghargaan positif kepada diri. Sehingga dapat mencapai pencapain penyesuain psikologis yang baik (Pihasniwati, 125: 2008 ).

C.       Prosedur dalam terapi Client-Centerd
          Dalam pendekatan client-centerd konselor lebih banyak berperan sebagi patner klien dalam memecahkan masalahnya, agar peranan ini dapat dipertahankan dan tujuan konseling dapat dicapai; maka konselor perlu menciptakan suasana dan kondisi yang mampu menimbulkan hubungan konseling (Latipun, 106: 2008).           Dalam pendekatan client-centerd terfokus pada klien. jika dilihat dari apa yang dilakukan konselor dapat di buat dua tahap.  Pertama, tahap membangun hubungan terapeutik, menciptakan kondisi fasilitatif dan hubungan yang subtantif seperti empati, kejujuran, ketulusan, penghargaan dan positif jtanpa syarat. Tahap Kedua,tahap kelanjutan yang disesuaikan dengan efektifitas hubungan disesuaikan dengan kebutuhan klien.
Adapun teknik dalam terapi client-centerd  yakni:
1.        Konselor menciptakan suasana  komunikasi antar pribadi yang merealisasikan segala kondisi
 Pada kasus stan, terapis akan mendorong kepada Stan untuk secara bebas berbicara tentang perasaan-perasaan gagal, tidak layak atau  tidak merasa diri sebagai lelaki sejati, ketidak berdayaan yang kadang-kadang muncul, serta perasaan takut dan tidak pastinya. Terapis akan memberikan kepada Stan sikap-sikap dasar pengertian dan penerimaan. Melalui pandangan positif dari terapis,
Stan diharapkan mampu menanggalkan tuntutan-tuntutannya yang tak wajar serta mengeksplorasi secara lebih penuh dan bebas kesulitan-kesulitan pribadinya. Stan memiliki kesempatan untuk mengungkapakan dengan terus terang perasaan takutnya terhadap wanita, perasaan tidak akan mapu berhubungan dengan orang lain dan perasaan bersalahnya yakni karena ia tidak mampu memenuhi pengharapan-pengharapan kedua orangtuannya.
2.        Konselor menjadi seorang pendengar yang sabar dan peka, yang menyakinkan konseli dia diterima dan dipahami
Pada proses konseli terhadap kasus Stan, terapis atau konselor diharapkan dapat mendengarkan seluruh keluh kesah yang dialami oleh Stan.  Pada dasarnya, Stan akan tumbuh secara pribadi dalam hubungan dengan terapis yang bersedia menunjukkan ketulusan. Stan bisa menggunakan hubungan dengan terapis untuk belajar menerima dirinya sendiri dengan segala kekurangan dan kelebihannya.
3.        Konselor memungkinkan konseli untuk mengungkapkan seluruh perasaannya secara jujur, lebih memahami diri sendiri dan mengembangkan suatu tujuan perubahan dalam diri sendiri dan perilakunya (Winkel, 402: 2007).
         

                                                                                       PENDEKATAN GESTALT
 
         Menurut Frederick S.Pearl (1894-1970) didasari oleh tiga aliran, yaitu : psikoanalisis, fenomenologis, dan eksistensialisme. [1]  Menurutnya terapi Gestalt merupakan pendekatan eksistensial yang tidak hanya sibuk dengan hanya mengatasi gejala-gejala atau struktur karakter tetapi dengan eksistensial total seseorang . gestalt sendiri merupakan salah satu bentuk terapi eksistensial[2]
. Teori gestalt menolak pencarian alasan tentang sebab-sebab terjadinya perilaku, pemikiran atau perasaan yang terjadi, tetapi lebih mengutamakan meminta individu untuk mencoba aktivitas baru yang telah didesain untuk meningkatkan kesadaraan. Dengan demikian konseli akan mengalami sedniri apa yang dilihatnya, apa yang dirasakannya dan apa yang diinterprestasikannya, sehingga konseli dalam keadaan aktif dan tidak mengganggu terapis untuk meningkatkan kesadarannya.
           Fokus utama pendekatan ini adalah masa kini, disini, dan saat ini (the present, the here, and now). Implikasinya, masa lalu, sudah berlalu, dan masa depan belum tiba sehingga hanya masa kini yang penting. [3]
Konselor berusaha menyediakan bagi klien bantuan untuk mengidentifikasi apa yang dibutuhkannya untuk menjadi independen, tidak lagi bergantung pada siapapun. Untuk mencapai kondisi ini klien harus berupaya mau bekerjasama dengan konselor untuk berfungsi sistematik secara keseluruhan dalam memadu perilaku, perasaan, pikiran, dan sikap-sikapnya. Di dalam proses ini, klien mesti belajar bertanggung jawab bagi dirinya. Gestalt memiliki pandangan positif mengenai kapasitas individu untuk mengarahkan diri. Lebih jauh lagi, klien harus didukung untuk menggunakan kapasitas ini dan mengambil tanggung jawab bagi hidupnya sendiri dan untuk melakukannya sekarang, dimasa kini, ia harus mengalami disini dan sekarang.
         Dalam terapi gestalt, kontak atau hubungan memepunyai peranan yang sangat penting. Jika seseorang mengadakan kontak dengan lingkungannya, maka akan terjadi perubahaan yang diinginkan. Kontak seseorang dengan lingkungan di sekitarnya dlakukan dengan cara melihat,mendengar, membau, menyentuh dan bergerak. Kontak yang baik merupakan suatu hubungan dimana seseorang dapat derinteraksi dengan lingkungan di sekitarnya tanpa kehilangan kepribadiannya.
Teknik-teknik konselingnya meliputi pertanyaan bagaimana dan apa, konfrontasi-konfrontasi, pernyataan “aku” dan  berbagi kesadaran bersama klien dengan menitik beratkan momen ini
Tujuan Terapi Gestalt, yaitu : Menantang klien agar berpindah dari “didukung oleh lingkungan” kepada “didukung oleh diri sendiri”, menjadikan pasien tidak bergantung pada orang lain, menjadikan pasien menemukan sejak awal bahwa dia bisa melakukan banyak hal, lebih banyak daripada yang dikiranya, dan pengintegrasian kepribadian. Menantang  Seseorang tidak mengalami masa lalu dan masa yang akan datang mereka hanya akan dapat mengalami dirinya pada saat ini. Seseorang itu pada dasarnya baik dan bukan buruk [4]
Teknik-teknik terapi Gestalt, yaitu :Teknik Kursi kosong,  Permainan-permainan dialog, membuat lingkaran, urusan yang tak selesai, “saya memikul tanggung jawab”, “saya memiliki suatu rahasia”, bermain proyeksi, pembalikkan, irama kontak dan penarikan, ulangan, “melebih-lebihkan.”, “bolehkah saya memberimu sebuah kalimat ?”, permainan-permainan konseling perkawinan ,“bisakah anda tetap dengan perasaan ini ?”
Proses konseling Gestalt : Fase pertama, membentuk pola pertemuan terapeutik, agar tercapai situasi yang memungkinkan perubahan-perubahan pada klien. Pola yang diciptakan berbeda pada tiap klien, karena masing-masing memiliki keunikan sebagai individu serta memiliki kebutuhan yang bergantung pada masalah yang harus dipecahkan. Situasi ini mengandung komponen emosional dan intuitif.
Fase kedua, melaksanakan pengawasan yaitu konselor berusaha meyakinkan atau memaksa klien untuk mengikuti prosuder yang telah ditetapkan sesuai dengan kondisi klien.
Fase ketiga, klien mendorong untuk mengatakan perasaan-perasaannya pada pertemuan-pertemuan teori saat ini bukan menceritakan pengalaman masa lalu atau harapan masa dating. Klien diberikan kesempatan untuk mengalami kembali segala perasaan dan perbuatan pada masa lalu dalam situasi saat ini.
Fase keempat, setelah klien memperoleh pemahaman dan penyadaran tentang dirinya, tindakannya dan perasaannya, maka terapi sampai fase akhir. Dalam situasi ini klien mungkin sudah memutuskan untuk melepaskan diri dari konselor hingga ia harus bisa membina diri. Tetapi ada kemungkinan ia merasa khawatir karena lepas dari bimbingan konselor
Ciri-ciri teori Gestalt adalah : Pendekatannya konfrontif dan aktif, menangani masa lampau dengan membawa aspek-aspek masa lampau yang relevan pada saat sekarang, menggairahkan hubungan dan pengungkapan perasaan-perasaan langsung dan menghindari intelektualisasi abstrak tentang masalah-masalah klien, memberikan perhatian terhadap pesan-pesan nonverbal dan pesan-pesan tubuh, menolak mengakui ketidakberdayaan sebagai alasan untuk tidak berubah, dan meletakkan penekanan pada klien untuk menemukan makna-maknanya sendiri dan membuat penafsiran-penafsiran sendiri.
a.        Dalam waktu yang sangat singkat para klien bisa mengalami perasaan-perasaannya sendiri secara inten melalui sejumlah latihan gestalt

Seorang siswi yang duduk di bangku SMA , yang bernama wina  memiliki konflik dalam memilih keputusan untuk masa depannya. Wina adalah anak yang Mandiri.. Wina sudah ditinggalkan ibu dan ayah yang telah meninggal dunia. Ia belum bisa untuk memikirkan pekerjaan untuk masa depan, ia menginginkan setelah lulus SMA melanjutkan kuliah. Meski orangtua sudah tidak ada , namun wina masih memiliki kaka nya yang mengurusi segala investasi dari orangtua.
wina  memiliki masalah bahwa ia tidak sanggup mengatakan keinginannya untuk melanjutkan kuliah dan meminta kaka nya untuk menjual sedikit aset yang ditinggalkan orangtua untuk biaya kuliahnya kelak. Karena, sebelumnya kaka nya  juga pernah menjual aset tersebut dengan mengatas namakan wina, padahal kakanya yang menggunakan untuk keperluan pribadi. Jadi, kali ini wina ingin merealisasikan keinginannya untuk melanjutkan pendidikan kuliah nya. Wina merasa bahwa permintaannya itu tidaklah berat, karena ia berfikir bahwa ia masih sanggup dan memiliki biaya untuk hal itu. Namun, wina  ragu untuk mengatakannya karena takut tidak dikabulkan. Bagaimana seharusnya wina berindak?
Menggunakan Pendekatan Gestalt seperti kasus diatas, konselor dapat menerapkan teknik pembalikan. Teknik pembalikan maksudnya adalah konseli terjun ke dalam suatu yang ditakutinya karena dianggap bisa menimbulkan kecemasan, dan menjalin hubungan dengan bagian-bagian diri yang telah ditekan atau diingkarinya. Gejala-gejala dan tingkah laku sering kali mempresentasikan pembalikan dari dorongan-dorongan yang mendasari. Jadi konselor bisa meminta klien memainkan peran yang bertentangan dengan perasaan-perasaan yang dikeluhkannya atau pembalikan dari kepribadiannya.
Seperti halnya wina yang takut dan ragu untuk mengungkapkan keinginannya kepada kaka nya untuk melanjutkan kuliah  dan meminta kakanya untuk menjual sedikit aset yang ditinggalkan oleh orangtua mereka untuk biaya kuliahnya nanti. Karena wina sangat menginginkan setelah lulus sekolah SMA  nanti wina ingin melanjutkan kuliah. Di sini konselor perlu membawa konseli untuk masuk kedalam suatu yang di takutinya itu. Konselor berusaha meyakinkan dan mengkondisikan konseli untuk mengikuti prosedur yang telah ditetapkan sesuai dengan kondisi konseli. Wina  tidak perlu takut untuk mengatakan keinginannya kepada kakanya tersebut, dan konselor perlu meyakinkan konseli bahwa permintaannya itu akan dikabulkan oleh kaka nya, dengan satu hal yang perlu di ingat wina  harus bertanggung jawab dengan apa yang telah menjadi keputusannya itu kepada kakanya. Walaupun P belum bisa memikirkan pekerjaan untuk masa depannya. Ada dua hal yang dilakukan konselor yaitu, membangkitkan motivasi sekaligus meyakinkan konseli bahwa permintaannya akan dikabulkan oleh sang kaka, dan membangkitkan otonomi konseli (menekankan bahwa konseli  harus mengemukakan alasan-alasannya secara bertanggung jawab kepada konselor bahwa konseli ingin melanjutkan kuliah dengan sungguh-sungguh).
Setelah konseli memperoleh pemahaman dan penyegaran tentang pikiran, perasaan, dan tingkah lakunya, konselor mengantarkan konseli memasuki fase akhir konseling. Pada fase ini konseli menunjukkan gejala-gejala yang mengindikasikan integritas kepribadiannya sebagai individu yang unik dan manusiawi.
Sehingga dalam kasus ini, sebenarnya tujuan utama dari konseling Gestalt adalah membantu konseli agar berani mengahadapi berbagai macam tantangan maupun kenyataan yang harus dihadapi. Tujuan ini mengandung makna bahwa konseli  haruslah menjadi percaya pada diri, dapat berbuat lebih banyak untuk meingkatkan kebermaknaan hidupnya.
Individu yang bermasalah pada umumnya belum memanfaatkan potensinya secara penuh, melainkan baru memanfaatkan sebagaian dari potensinya yang dimilikinya. Melalui konseling, konselor membantu konseli agar potensi yang baru dimanfaatkan sebagian ini dimanfaatkan dan dikembangkan secara optimal.
Dimana pendekatan yang sangat memperhatikan kemampuan organisme untuk berkembang dan menentukan tujuannya adalah pendekatan Gestalt. Pendekatan Gestalt lebih menekankan pada apa yang terjadi saat ini-dan-di sini, dan proses yang berlangsung, bukan pada masa lalu ataupun masa depan. Sehingga konseli dapat mengatakan keinginannya itu kepada kakanya dengan sungguh-sungguh. Bahwa keinginannya saat ini dapat mempersiapkan dirinya untuk melanjutkan kuliah. Yang penting dalam pendekatan ini adalah kesadaran saat ini dalam pengalaman seseorang.
Ayat Al-Quran
Artinya:” Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman
Hadis
Diriwayatkan dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah Saw bersabda orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai allah dari pada orang mukmin yang lemah, dan dalam keduanya ada kebaikan. Semangatlah untuk melakukan hal yang bermanfaat bagimu, mintalah pertolongan kepada Allah dan jangan lemah. Dan ketika sesuatu menimpamu maka janganlah kamu katakan: “seandainya dahulu aku melakukan hal yang ini maka akan terjadi seperti ini dan itu” tapi katakanlah : “ini adalah takdir Allah dan apapun yang dia kehendaki pasti akan terjadi “ karena kata-kata” seandainya (lau) “ akan membuka alamalan setan. “ (HR. Muslim 4186,Ibnu Majah 76).


[1] Fenti Hiknawanti. 2012. Bimbingan dan Konseling. Jakarta : PT. RajaGrafindo:111
[2] Jones, richard Nelson, 2011. Teori dan Praktik Konseling dan Terapi, Yogyakarta:Pustaka pelajar
[3] Hartono,2012.Psikologi Konseling, Jakarta:Kencana


                                                                                    PENDEKATAN PSIKOANALISIS

 
Psikoanalisis merupakan metode penyembuhan yang lebih bersifat psikologi dengan cara-cara fisik. Tokoh utama dan pendiri psikoanalisis adalah Sigmund Freud, sebagai orang yang mengemukakan konsep ketidaksadaran dalam  kepribadian. Konsep-konsep psikoanalisis banyak memberi pengaruh terhadap perkembangan konseling.[1]
Bagi para konselor pemula, mempelajari teori psikoanalisis merupakan bidang studi yang sangat penting. Sigmund Freud dan terapi Freudian sudah lama menjadi label utama praktik psikoanalisis dan psikoterapi di seluruh abad ini. Freud sendiri mengembangkan dan mempopulerkan psikoanalisis ke seluruh dunia untuk pertama kalinya sebagai sebuah teori komprehensif yang membahas perkembangan kepribadian manusi, namun fokusnya tidak hanya berhenti kepada teori kepribadian melainkan mencakup juga metode terapinya. [2]
Pendekatan psikanalisis menekankan pentingnya riwayat hidup klien atau konseli, pengaruh dari impuls-impuls genetik (instink), energi hidup, pengaruh dari pengalaman dini kepada kepribadian individu, serta irasionalitas dan sumber-sumber tak sadar dari tingkah laku manusia. Konsep psikoanalisis menganai taraf kesadaran merupakan kontribusi yang sangat signifikan. Freud membagi kepribadian dalam tiga tingkatan yaitu  conscious,berisi ide-ide yang disadari individu pada saat itu; taraf preconscious,berisi ide-ide yang tidak disadari individu pada saat itu, tetapi dapat dipanggil kembali; taraf unconscious, berisi memori dan ide yang sudah dilupakan oleh individu. Menurut Freud, yang tidak disadari merupakan bagian terbesar dari kepribadian dan mempunyai pengaruh yang sangat kuat pada tingkah laku individu. [3]
Menurut pandangan psikoanalitik, struktur kepribadian terdiri dari tiga sistem: id, ego, superego. Ketiganya adalah nama bagi proses-proses psikologis dan jangan dipikirkan sebagai agen-agen yang secara terpisah mengoperasikan kepribadian; merupakan fungsi-fungsi kepribadian sebagai keseluruhan daripada tiga bagian yang terasing satu sama lain. (a) Id adalah komponen biologis dan berorientasi pada prinsip kesenanganyang merujuk kepada kepuasan dari dorongan biologis. Dalam penjelasan Freud, id merupakan sumber energi psikis yang menggerakan kegiatan psikis manusia, karena berisi insting-insting, baik insting hidup (erros) yang menggerakan untuk mencapai pemenuhan kebutuhan biologis (seperti makan, minum, tidur, hubungan seks dan lain lain) dan juga insting kematian (tanatos) yang menggerakan tingkah laku agresif. Id bersifat primitif dan tidak logis atau irasional. (b) ego adalah komponen psikologis yang rasional dan berorientasi pada prinsip realitas. Ego berperan sebagai mediator antara id (keinginan untuk mencapai kepuasan) dan kondisi lingkungan atau dunia nyata. Ego memiliki keinginan untuk memaksimalkan pencapaian kepuasan, artinya dilakukan melalui proses berpikir yang realistis dan rasional serta berorientasi pada pemecahan masalah. Prinsip kerjanya selalu bertentangan dengan id. [4] Proses ini meliputi persepsi, memori, dan belajar. Orang yang lapar akan merencanakan untuk mencari makan kemudian memastikan keberadaan tempat makan. Kegiatan ini pengujian realitas untuk memastikan bahwa cara untuk memuaskan kebutuhan ada di alam nyata, tidak lagi bersifat khayalan. (c) superego merupakan komponen sosial dari kepribadian. Berisi komponen moral dari kepribadian yang terkait dengan standard atau norma masyarakat mengenai baik-buruk atau benar-salah. [5]
Pusat atau inti diri yang disebut Freud sebagai ego itu disebut Allah dalam surat An-Nahl ayat 78:
  وَٱللَّهُ أَخۡرَجَكُم مِّنۢ بُطُونِ أُمَّهَٰتِكُمۡ لَا تَعۡلَمُونَ شَيۡ‍ٔٗا وَجَعَلَ لَكُمُ ٱلسَّمۡعَ وَٱلۡأَبۡصَٰرَ وَٱلۡأَفۡ‍ِٔدَةَ لَعَلَّكُمۡ تَشۡكُرُونَ ٧٨

      “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”.[6]
Dari ayat diatas kita dapat maknai kandungannya bahwa sebagai manusia yang tidak tahu apa-apa, tapi diberi perangkat ‘kesadaran’ yang terdiri dari telinga, mata, dan otak. Bekerjanya telinga, mata, dan otak (secara mekanis)  itulah yang disebut Freud sebagai sadar (conscious).
Pandangan Freudian tentang sifat manusia pada dasarnya pesimistik, deterministik, mekanistik, dan reduksionistik. Menurut Freud, tingkah laku manusia ditentukan oleh kekuatan-kekuatan irasional, motivasi-motivasi tak sadar, kebutuhan-kebutuhan dan dorongan-dorongan biologis dan naluriah.[7]
Teknik-teknik dalam psikoanalisis digunakan untuk meningkatkan kesadaran mendapatkan tilikan intelektual ke dalam perilaku klien, dan memahami gejala-gejala yang tampak. Ada lima teknik dasar dalam terapi psikoanalisis, yaitu: (1) asosiasi bebas, adalah salah satu metode pengungkapan pengalaman masa lampau dan penghentian emosi-emosi yang berkaitan dengan situasi traumatik di masa lalu; (2) Interpretasi, adalah prosedur dasar yang digunakan dalam sosiasi bebas, analisi mimpi, analisis resistensi, dan analisis transparasi; (3) analisis mimpi, merupakan prosedur yang penting untuk membuka hal-hal yang tidak disadari dan membantu klien untuk memperoleh tilikan kepada masalah-masalah yang belum terpecahkan; (4) analisis resistensi, Freud memandang resistensi sebagai dinamika yang tidak disadari yang mendorong seseorang untuk mempertahankan terhadap kecemasan. Resistensi bukan sesuatu yang harus diatasi, karena hal itu merupakan gambaran pendekatan pertahanan klien atau konseli dalam kehidupan sehari-hari. Resistensi harus diakui sebagai alat pertahanan menghadapi kecemasan; (5) analisis tranferensi, Teknik ini akan mendorong klien menghidupkan kembali masa lalunya. Penafsiran hubungan transferensi juga memungkinkan klien atau konseli atau konseli mampu menembus: konflik-konflik masa lampau yang tetap dipertahankannya hingga sekarang dan yang menghambat pertumbuhan emosionalnya. Singkatnya, efek-efek psikopatologis dari hubungan masa dini yang tidak diinginkan, dihambat oleh penggarapan atas konflik emosional yang sama yang terdapat dalam hubungan terapeutik dengan analis atau konselor[8].
Proses konseling dititkberatkan pada usaha konselor agar konseli dapat menghayati, memahami dan mengenal pengalaman-pengalaman masa kecilnya. Pengalaman-pengalaman tersebut ditata, didiskusikan, dianalisis, dan di tafsirkan dengan tujuan agar kepribadian konseli dapat direkontruksi kembali. Secara spesifik, membawa konseli dari dorongan-dorongan yang ditekan (ketidaksadaran) yang mengakibatkan kecemsan ke arah perkembangan kesadaran intelektual, menghidupkan kembali masa lalu konseli dengan menembus konflik yang ditekan, memberikan kesempatan kepada konseli untuk menghadapi situasi yang selama ini ia gagal mengatasinya.


[1] Fenty Hikmawati, Edisi Revisi Bimbingan dan Konseling (Jakarta: PT Raja Grafindo,2014) hlm.95.
[2] Robbert L. Gibson dan Marrianne H. Mitchell, Bimbingan dan Konseling edisi ketujuh Terj. Yudi Santoso (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011) hlm. 208.
[3] Jeanette Murad Lesmana, Dasar-dasar konseling (Jakarta: UI-Press,2011) hlm. 16-17.
[4] NamoraLumongga Lubis, Memahami dasar-dasar konseling (Jakarta: Kencana, 2014) hlm.142
[5] Dede Rahmat Hidayat, Psikologi kepribadian dalam konseling (Jakarta: Ghala Indonesia, 2011) Hlm.28.
[6] Depag. RI 2010
[7]Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi terj.E.Koswara (Bandung:  PT Refika Aditama,2005) Hlm 15-16.
[8] Fenty Hikmawati, op.cit.hlm 101-102.
P
                                                                                   PENDEKATAN TRAIT AND FACTOR

A.        Teori Trait And Factor
Trait adalah suatu ciri yang khas bagi seseorang dalam berpikir, berperasaan, dan berprilaku, seperti intelegensi (berpikir), iba hati (berperasaan), dan agresif (berperilaku). Dalam sebuah teori Allport, menyebutkan bahwa struktur kepribadian itu terutama dinyatakan dalam sifat-sifat (traits) dan tingkah laku didorong oleh sifat-sifat (traits).[1]
Pendekatan trait terhadap kepribadian ada-lah umum dalam kebudayaan populer. Kita dapat dengan mudah menggambarkan seseorang seba-gai orang yang ekstrovet, teratur, atau egois.[2]
Dan juga istilah konseling trait-factor dan dideskripsikan adalah corak konseling yang menekankan pemahaman diri yakni membantu mengetahui kelemahan dan kekuatan diri konseli dengan melalui testing psikologis dan penerapan pemahaman itu dalam memecahkan beraneka problem yang dihadapi, menentukan tujuan yang akan dicapainya sesuai dengan bakat hasil tes terutama yang menyangkut pilihan bidang studi/ bidang pekerjaaan.[3]
Konseling dengan pendekatan Trait and Factor ini sering disebut konseling yang direktif, karena konselor secara aktif membantu klien mengarahkan perilakunya menuju pemecahan kesulitannya. Teori atau pendekatan Trait and Factor ini dipelopori oleh E.G. Williamson dan J.G. Darley, serta pendukung-pendukung lainnya seperti Walter Bingham, Donald G, Paterson, Thurstone, Eysenk dan Cattel.[4]
Pada umumnya konselor mempunyai orien-tasi behavioral akan bersikap aktif dalam sesi-sesi konseling.[5] Terapis tingkah laku (Pendekatan trait–factor) harus memainkan peran aktif dan direktif dalam pemberian treatment, terapis tingkah laku secara khas berfungsi sebagai guru, pengarah, dan ahli dalam mendiagnosis tingkah laku yang maladaptif dan dalam menentukan prosedur penyembuhan yang diharapkan, me-ngarah pada tingkah laku yang baru.[6]
Ayat mengenai teori traits and factor diantaranya dalam Q.S. Hud (11):24 Allah SWT berfirman:
  ۞مَثَلُ ٱلۡفَرِيقَيۡنِ كَٱلۡأَعۡمَىٰ وَٱلۡأَصَمِّ وَٱلۡبَصِيرِ وَٱلسَّمِيعِۚ هَلۡ يَسۡتَوِيَانِ مَثَلًاۚ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ ٢٤
“Perbandingan kedua golongan itu (orang-orang kafir dan orang-orang mukmin), seperti orang buta dan tuli dengan orang yang dapat melihat dan dapat mendengar. Adakah kedua golongan itu sama Keadaan dan sifatnya?. Maka tidakkah kamu mengambil pelajaran (daripada Perbandingan itu)?.”
Kesimpulannya adalah kepribadian manusia itu bukan hanya jiwa tetapi merupakan perpaduan antara hati, sifat, pemikiran, fisik, yang kemudian membentuk perilaku tertentu yang dipengaruhi oleh pembawaan dan lingkungan sekitar.
B.         Urutan Proses Konseling Trait and Factor
Proses konseling Trait and Factor ber-langsung dalam enam tahap yaitu, antara lain: Pertama, analisis atau pengumpulan data yang relevan dari klien. Kedua, sintesis atau dengan  merangkum data klien sehingga menggambarkan keseluruhan pribadi klien. Ketiga, diagnosis atau mengumpulkan semua masalah klien dan sebab-sebabnya. Keempat, prognosis atau kemungkinan -kemungkinan yang terjadi berdasarkan data  yang ada. Kelima, konseling atau keseluruhan proses pemberian bantuan. Keenam, tindak lanjut (follow up) atau bantuan kepada klien apabila timbul masalah baru dan evaluasi terhadap pe-laksanaan konseling. Dan melakukan Treatment (saat prognosis) karena langkah ini merupakan inti dari pelaksanaan konseling yakni menentukan teknik mana yang akan dipakai pada penyelesaian klien yakni Menurut  Williamson[7] dalam buku Fauzan mengemukakan bahwa ada beberapa teknik konseling trait and Factor antara lain:
 Establishing rapport (menciptakan hu-bungan baik) untuk menciptakan hubungan baik, konselor perlu menciptakan suasana yang hangat, bersikap ramah dan akrab, dan menghilangkan se-gala kemungkinan situasi bersifat mengancam.
Cultivating Understanding yakni (memper-tajam pemahaman diri) usaha pertama konselor adalah membantu klien lebih mampu memahami diri sendiri yang mencakup segala kelebihan dan kelemahannya selanjutnya klien dibantu dalam  mengatasi kelemahan dengan menmanfaatkan kelebihanannya sehingga teknik ini harus menjadi perhatian utama konselor pada tahap analisis, sintesis dan diagnosis.
Carriying out the plain (melaksanakan ren-cana) rencana program tindakan yang telah dibuat dan yang telah disertai dengan pengujian ke-lebihan dan kekurangan maka diikuti pengam-bilan keputusan klien untuk dilaksanakan.
Advising or planing a program of action (memberi nasehat atau membantu merencanakan program tindakan) tugas konselor setelah mem-bantu klien mengenali dirinya adalah membantu klien merencanakan program tindakan. Oleh karena pemahaman konselor yang relatif terbatas, maka dalam mengembangkan alternatif pe-nyelesaian masalah, konselor hendaknya tidak selalu menggunakan saran langsung. Saran dapat diberikan namun hendaknya dipilih saran persesuasif.
Refaral (pengiriman pada ahli lain) pada dasarnya tidak semua masalah klien dapat dibantu oleh konselor karena kemampuan konselor ada batas-batasnya, maka konselor hendaknya me-ngirimkan klien kepada pihak lain yang lebih berwenang.


[1] Sumadi Suryabrata (2014) Psikologi Kepribadian. Jakarta: Rajawali Pers. Hlm.204
[2] Howard.S.F dan Miriam.W.S (2008) Kepribadian Teori Klasik dan Riset Modern Jilid I. Jakarta: Erlangga. Hlm.294
[3] Mohammad Surya (2003) Teori-Teori Konseling. Bandung: CV Pustaka Bani Quraisy. Hlm.5.
[4] Rochman Natawidjaja (2005) Konseling Kelompok Dasar dan Pendekatan. Bandung: Rizqi. hlm 74.
[5] Jeanette Murad Lesmana (2011) Dasar-Dasar Konseling. Jakarta: UI-Press. hlm 29.
[6] Gerald C (2013) Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama. Hlm. 202
[7] Lutfi Fauzan (2004) Pendekatan-Pendekatan Konseling Individu. Malang: Elang Mas. Hlm.96