Jumat, 24 Februari 2017

TEKNIK PENCATATAN DAN PELAPORAN PENYULUHAN SOSIAL



TEKNIK PENCATATAN DAN PELAPORAN

PENYULUHAN SOSIAL
Diajukan untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Penyuluhan Sosial
Dosen Pengampu :
Ati, M.Ag

BAB I

PENDAHULUAN
A.    Latarbelakang Masalah
Penyuluhan sosial dipandang sebagai helping process yang memiliki sifat memperbaiki dan meningkatkan keberfungsian sosial individu, kelompok atau masyarakat. Dalam mengemban isi atau amanah dari masyarakat maka perlu cara yang baik untuk mencapai tujuan. Praktik penyuluhan sosial harus dapat dikontrol oleh masyarakat dan dapat dipertanggung jawabkan secara profesional.
Pencatatan dan pelaporan adalah indikator keberhasilan suatu kegiatan. Tanpa ada pencatatan dan pelaporan, kegiatan atau program apapun yang dilaksanakan tidak akan terlihat wujudnya. Output dari pencatatan dan pelaporan ini adalah sebuah data dan informasi yang berharga dan bernilai bila menggunakan metode yang tepat dan benar. Jadi, data dan informasi merupakan sebuah unsur terpenting dalam sebuah organisasi, karena data dan informasilah yang berbicara tentang keberhasilan atau perkembangan organisasi tersebut.

B.       Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang masalah yang telah penulis kemukakan sebelumnya, maka penulis merumuskannya dalam bentuk pertanyaan berikut :
1.      Bagaimana teknik pencatatan penyuluhan sosial?
2.      Bagaimana teknik pelaporan penyuluhan sosial?

C.      Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai penulis dalam penyusunan karya tulis ini adalah sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui teknik pencatatan penyuluhan sosial
2.      Untuk mengetahui teknik pelaporan penyuluhan sosial
 
BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pencatatan
Pencatatan yang dimaksud dengan pencatatan adalah kegiatan atau suatu proses pendokumantasian suatu aktifitas dalam bentuk tulisan. Pencatatan dilakukan diatas kertas, disket, flashdisk, pita nama dan pita film. Bentuk catatan dapat berupa tulisan, garafik, gambar dan suara. Dokumentasi tertulis tentang seluruh kegiatan dari Penyuluh Sosial, antara lain : pertemuan dengan klien, pertemuan dengan keluarga klien, kunjungan rumah, kontak dengan pihak-pihak terkait, rapat-rapat/diskusi kasus, pertemuan dengan lembaga/instansi, dan lainnya.[1]
Catatan yang baik adalah catatan yang akurat, obyektif dan tidak bias, fokus pada informasi kritis, mutakhir, ditulis dengan baik, terorganisir dan jelas, mendokumentasikan sumber informasi dengan jelas, memberikan alasan untuk semua keputusan dan dan tindakan dan mendokumentasikan kesesuaian dengan kebijakan lembaga dan panduan praktik.
Dalam suatu pencatatan dalam bidang penyuluhan sosial, kurang lebih didalamnya mencakup hal-hal seperti berikut :
1.        Identitas Kelompok Sosial Binaan
Identitas adalah suatu ciri-ciri atau tanda-tanda yang melekat pada diri seorang individu yang menjadi ciri khasnya. Identitas sering dihubungkan dengan atribut yang disematkan kepada individu yang sebenarnya memiliki sifat majemuk. Secara teoretis, Hakikat identitas adalah sesuatu yang dinamis dan beragam ekspresi: individu maupun kelompok yang terlibat dalam prosesnya hanyalah bersi­fat parsial dan tidak lengkap.
Identitas sangat sering dibentuk oleh praktik-praktik yang khas dan kejadian-kejadian yang saling terkait satu dengan lainnya. Dalam kenyataan sehari-hari identitas dapat berupa pengakuan subjektif yang dijelaskan oleh seseorang atau kelompok untuk dikenali oleh pihak luar atau pernyataan orang luar yang disematkan kepada kelompok tersebut. Penyematan pihak luar terhadap suatu kelompok seringkali tidak sesuai dengan kenyataannya. Penyematan bisa saja terbentuk atas reduksi hakikat seseorang atau kelompok yang sesungguhnya majemuk.[2]
Sedangkan identitas sosial merupakan kategorisasi diri dalam hal kelompok, dan lebih terfokus pada makna yang terkait dalam menjadi anggota kategori sosial, dengan penekanan yang lebih besar pada identifikasi kelompok, berfokus pada hasil kognitif seperti ethnosentrisme atau kohesivitas kelompok.[3]
Jadi identitas kelompok sosial binaan yakni suatu kelompok binaan yang memiliki suatu ciri khas inti pada kelompoknya, dan lebih terfokus pada makna yang terkait untuk menjadi anggota kategori sosial yang sedang dibina. Salah satunya yakni kelompok sosial penyandang disabilitas.
Disabilitas merupakan suatu ketidakmampuan tubuh dalam melakukan suatu aktifitas atau kegiatan tertentu sebagaimana orang normal pada umumnya yang disebabkan oleh kondisi ketidakmampuan dalam hal fisiologis, psikologis dan kelainan struktur atau fungsi anatomi. Dahulu disabilitas lebih dikenal oleh masyarakat dengan sebutan penyandang cacat.
Penyandang disabilitas merupakan orang yang mempunyai keterbatasan mental, fisik, intelektual maupun sensorik yang dialami dalam jangka waktu lama. Ketika penyandang disabilitas berhadapan dengan hambatan maka hal itu akan menyulitkan mereka dalam berpartisipasi penuh dan efektif dalam kehidupan bermasyarakat berdasarkan kesamaan hak.[4]



2.        Data Anggota Kelompok Binaan
Kelompok binaan dalam penyandang disabilitas yang berada di daerah Kota Bandung diantaranya :
a.         Penyandang Cacat Fisik
1)      Tuna Netra, berarti kurang penglihatan. Keluarbiasaan ini menuntut adanya pelayanan khusus sehingga potensi yang dimiliki oleh para tuna netra dapat berkembang secara optimal.
2)      Tuna Rungu/ Wicara, ialah individu yang mengalami kerusakan alat atau organ pendengaran yang menyebabkan kehilangan kemampuan menerima atau menangkap bunyi serta suara. sedangkan Tuna Wicara, ialah individu yang mengalami kerusakan atau kehilangan kemampuan berbahasa, mengucapkan kata-kata, ketepatan dan kecepatan berbicara, serta produksi suara.
3)       Tuna Daksa, secara harfiah berarti cacat fisik. Kelompok tuna daksa antara lain adalah individu yang menderita penyakit epilepsy (ayan), kelainan tulang belakang, gangguan pada tulang dan otot,serta yang mengalami amputasi.
b.        Penyandang Cacat Mental
1)      Tuna Laras, dikelompokkan dengan anak yang mengalami gangguan emosi. Gangguan yang muncul pada individu yang berupa gangguan perilaku seperti suka menyakiti diri sendiri, suka menyerang teman, dan lainnya.
2)      Tuna Grahita, sering dikenal dengan cacat mental yaitu kemampuan mental yang berada di bawah normal. Tolak ukurnya adalah tingkat kecerdasan atau IQ.
c.         Penyandang Cacat Fisik dan Mental (Ganda)
Kelompok penyandang jenis ini adalah mereka yang menyandang lebih dari satu jenis keluarbiasaan, misalnya penyandang tuna netra dengan tuna rungu sekaligus, penyandang tuna daksa disertai dengan tuna grahita atau bahkan sekaligus.
3.        Materi Pembinaan
Dalam pelayanan suatu penyuluhan sosial diperlukan materi yang harus disampaikan diantaranya[5] :
a.         Motivasi dan Diagnosis Psikososial
Motivasi dan diagnosis psikosial sebagaimana dimaksud dalam Peraturan  Menteri Sosial  Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2014 Tentang Standar Rehabilitasi Sosial Dengan Pendekatan Profesi Pekerjaan Sosial Pasal 7 merupakan upaya yang diarahkan untuk memahami permasalahan  psikososial dengan tujuan memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan keberfungsian sosial. Dalam motivasi dan diagnosis psikosial didalam nya adalah pemberian materi mengenai pentingnya berinteraksi dengan masyarakat dan lingkungan untuk mewujudkan kepercayaan diri.
b.        Pembinaan Kewirausahaan
Pembinaan kewirausahaan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan  Menteri Sosial  Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2014 Tentang Standar Rehabilitasi Sosial Dengan Pendekatan Profesi Pekerjaan Sosial Pasal 7 merupakan usaha pemberian keterampilan kepada penerima pelayanan agar mampu hidup mandiri dan/atau produktif.
c.         Bimbingan Mental dan Spiritual
Bimbingan mental spiritual sebagaimana dimaksud dalam Peraturan  Menteri Sosial  Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2014 Tentang Standar Rehabilitasi Sosial Dengan Pendekatan Profesi Pekerjaan Sosial Pasal 7 merupakan kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan serta memperbaiki sikap dan perilaku berdasarkan ajaran agama.
d.        Bimbingan Fisik
Bimbingan fisik sebagaimana dimaksud dalam Peraturan  Menteri Sosial  Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2014 Tentang Standar Rehabilitasi Sosial Dengan Pendekatan Profesi Pekerjaan Sosial Pasal 7 merupakan kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan  kesehatan jasmani penerima pelayanan.
e.         Bimbingan Sosial dan Konseling Psikososial
Bimbingan sosial dan konseling psikososial sebagaimana dimaksud dalam Peraturan  Menteri Sosial  Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2014 Tentang Standar Rehabilitasi Sosial Dengan Pendekatan Profesi Pekerjaan Sosial Pasal 7 merupakan semua bentuk pelayanan bantuan psikologis yang ditujukan untuk mengatasi masalah psikososial agar dapat meningkatkan keberfungsian sosial.
f.         Pelayanan Aksesibilitas
Pelayanan aksesibilitas sebagaimana dimaksud dalam Peraturan  Menteri Sosial  Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2014 Tentang Standar Rehabilitasi Sosial Dengan Pendekatan Profesi Pekerjaan Sosial Pasal 7 merupakan penyediaan kemudahan bagi penerima pelayanan guna mewujudkan kesamaan hak dan kesempatan dalam segala aspek kehidupan. Diantaranya memberikan “pelatihan pengoperasian komputer braile” dengan tujuan untuk memudahkan para penyandang disabilitas dalam mengoperasikan komputer.
g.        Bimbingan Resosialisasi
Bimbingan resosialisasi sebagaimana dimaksud dalam Peraturan  Menteri Sosial  Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2014 Tentang Standar Rehabilitasi Sosial Dengan Pendekatan Profesi Pekerjaan Sosial Pasal 7 merupakan kegiatan untuk mempersiapkan penerima pelayanan agar dapat diterima kembali ke dalam keluarga dan masyarakat. Pemberian bimbingan ini bertujuan untuk menumbuhkan makna diri. Materi yang dapat diberikan diantaranya tentang “menumbuhkan potensi diri untuk bersaing di masyarakat luas”.



4.        Metode Pembinaan
Metode pembinaan yang diterapkan dalam kelompok binaan penyandang disabilitas yang paling tepat dari materi-materi binaan yang disampaikan yakni melalui metode rehabilitasi yakni rehabilitasi sosial. Rehabilitasi sosial merupakan proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk memungkinkan seseorang mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat.
Jangka waktu pelaksanaan pemberian pelayanan rehabilitasi sosial di dalam panti pemerintah atau pemerintah daerah dan Lembaga Kesejahteraan Sosial paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan. Standar rehabilitasi sosial dengan pendekatan profesi penyuluhan sosial bertujuan:
a.         Menjadi acuan dan pedoman bagi praktik pekerjaan sosial dalam pelayanan baik yang bersifat persuasif, motivatif, koersif agar terpenuhinya penyembuhan dan pemulihan keberfungsian individu, keluarga, dan masyarakat;
b.        Memberikan perlindungan terhadap penerima pelayanan dari kesalahan praktik pelaksanaan program rehabilitasi sosial;
c.         Meningkatkan kualitas dan kuantitas penyelenggaraan rehabilitasi sosial; dan d. memperluas  jangkauan penyelenggaraan rehabilitasi sosial.

5.        Evaluasi Pembinaan
Dalam melaksanakan penyuluhan sosial yang diberikan kepada kelompok penyandang disabilitas ini, ada beberapa hal yang menjadi fokus perhatian, yaitu :
a.         Menumbuhkan rasa percaya diri para penyandang disabilitas untuk mampu berinteraksi dengan  masyarakat dan lingkungannya.
b.        Menumbuhkan rasa percaya diri para penyandang disabilitas untuk mampu bersaing dengan orang-orang yang normal (secara fisik).
c.         Memberi akses bagi para penyandang disabilitas untuk mencari pekerjaan atau menciptakan pekerjaan sendiri dengan berwirausaha.
d.        Dengan diberikannya pelatihan pengoprasian komputer yang sudah dimodifikasi khusus untuk penyandang disabilitas, diharapkan akan memberi kemudahan dalam berkomunikasi, bisnis dan berinteraksi di jejaring sosial sehingga dapat terus uptodate terhadap informasi yang ada.
e.         Berbagai macam pelatihan, diberikan dengan tujuan untuk menumbuhkan potensi yang dimiliki, sehingga menjadikan hidupnya lebih bermakna
f.         Bimbingan dan konseling diberikan sebagai upaya memberikan bantuan kepada penyandang disabilitas untuk mengarahakan dirinya supaya dapat menemukan cara penyelesaian permasalahannya sendiri.
g.        Memberikan bimbingan fisik supaya para penyandang disabilitas akan selalu merasa sehat, dan mampu menjalankan aktivitasnya dengan baik.
Dalam melaksanakan penyuluhan sosial ini, metode yang digunakan adalah rehabilitasi sosial yang merupakan proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk memungkinkan seseorang mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat.
Rehabilitasi yang diberikan dengan mengutamakan materi-materi mengenai motivasi dan diagnosis, psikososial, pembinaan kewirausahaan, bimbingan mental dan spiritual, bimbingan fisik, bimbingan sosial dan konseling, psikososial pelayanan aksesibilitas, dan bimbingan resosialisasi  dapat terlaksana dengan baik, karena apa yang disampaikan merupakan kebutuhan pokok dan merupakan masalah dasar yang sering dialami oleh para penyandang disabilitas. Namun, dalam pelaksanaannya terdapat hambatan pada kelompok binaan penyandang disabilitas ganda (cacat mental dan fisik).




Laporan  Pencatatan
penyuluhan sosial di kelompok binaan penyandang disabilitas
kota Bandung
(periode september-oktober 2016)
No
Sasaran penyuluhan
Jumlah binaan
Materi
Metode
Waktu pelaksanaan
Evaluasi
1







2






3
Penyandang cacat fisik
a.       Tuna netra
b.      Tuna rungu/wicara
c.       Tuna daksa

Penyandang  cacat mental
a.       Tuna laras
b.      Tuna grahita


Penyandang cacat fisik dan mental (ganda)


6

5
3



5
4


2

1.    motivasi dan diagnosis psikososial
2.    pembinaan kewirausahaan
3.    bimbingan mental dan spiritual
4.    bimbingan fisik
5.    bimbingan sosial dan konseling
6.    pelayanan aksesibilitas
7.    bimbingan resosialisasi


Rehabilitasi dengan memberikan materi melaui pelatihan secara langsung dan melalui training , bimbingan dan konseling dengan melibatkan pihak-pihak terkait.

Week 1


Week 2

Week3


Week 4
Week 5


Week 6

Week 7


Terlaksana


Terlaksana

Terlaksana


Terlaksana
Terlaksana


Terlaksana

Terlaksana




B.       Pelaporan
Setiap kegiatan yang dilakukan setelah pembuatan pencatatan diakhiri dengan pembuatan laporan. Laporan adalah catatan yang memberikan informasi tentang kegiatan tertentu dan hasilnya yang disampaikan ke pihak yang berwenang atau yang berkaitan dengan kegiatan tersebut. Pelaporan merupakan cara komunikasi petugas yang dapat dilakukan baik secara tertulis maupun lisan tentang hasil dari suatu kegiatan atau intervensi yang telah dilakukan.[6]
Suatu bentuk penyampaian informasi, secara lisan maupun dengan tulisan. Penyampaian pelaporan harus diusahakan benar dan objektif serta lugas sesuai dengan apa yang terjadi di lapngan. Fungsi pelaporan, antara lain :
1.      Alat pertanggungjawaban
2.      Alat untuk mempererat dan memperkokoh kerja sama dan koordinasi
3.      Alat untuk mempermudah dan mengadakan penyusunan rencana
4.      Alat untuk mengembangkan dan menemukan ide – ide
Tahapan dalam pelaporan penyuluhan sosial yang utama laporan diserahkan kepada seksi penyuluhan di bidang partisipasi bagian jabatan fungsional yang nantinya akan diserahkan dan disahkan oleh kepala dinas sosial.


[1] Yulifah Rita, Johan Tri, Yuswanto Agus, 2012 Asuhan Kebidanan Komunitas. Jakarta: Salemba Medika. Hal.143
[2] Taylor, Shalley E,dkk, 2009. Psikologi Sosial Edisi Keduabelas. Jakarta: Kencana. Hal.11
[3] Burke J Peter, Stets E Jan, 1998. Identity Theory And Social Identity Theory. Washington State University [On-line] http://books.google.co.id/book diakses pada 16 Juli 2013.
[4] Undang-undang No 19 Tahun 2011 Tentang Pengesahan Hak-Hak Penyandang Disabilitas, (Lembaga Negara RI Tahun 2011 no 107, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 5251)
[5] Peraturan  Menteri Sosial  Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2014 Tentang Standar Rehabilitasi Sosial Dengan Pendekatan Profesi Pekerjaan Sosial. Pasal. 7
[6] Yulifah Rita, Johan Tri, Yuswanto Agus, 2012. Asuhan Kebidanan Komunitas. Jakarta: Salemba Medika. Hal.150

Tidak ada komentar:

Posting Komentar