TEKNIK
PENCATATAN DAN PELAPORAN
PENYULUHAN
SOSIAL
Diajukan untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Penyuluhan
Sosial
Dosen Pengampu :
Ati, M.Ag
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latarbelakang Masalah
Penyuluhan
sosial dipandang sebagai helping process yang memiliki sifat memperbaiki
dan meningkatkan keberfungsian sosial individu, kelompok atau masyarakat. Dalam
mengemban isi atau amanah dari masyarakat maka perlu cara yang baik untuk
mencapai tujuan. Praktik penyuluhan sosial harus dapat dikontrol oleh
masyarakat dan dapat dipertanggung jawabkan secara profesional.
Pencatatan
dan pelaporan adalah indikator keberhasilan suatu kegiatan. Tanpa ada
pencatatan dan pelaporan, kegiatan atau program apapun yang dilaksanakan tidak
akan terlihat wujudnya. Output dari pencatatan dan pelaporan ini adalah sebuah
data dan informasi yang berharga dan bernilai bila menggunakan metode yang
tepat dan benar. Jadi, data dan informasi merupakan sebuah unsur terpenting
dalam sebuah organisasi, karena data dan informasilah yang berbicara tentang
keberhasilan atau perkembangan organisasi tersebut.
B.
Rumusan Masalah
Bertitik
tolak dari latar belakang masalah yang telah penulis kemukakan sebelumnya, maka
penulis merumuskannya dalam bentuk pertanyaan berikut :
1. Bagaimana teknik pencatatan penyuluhan
sosial?
2. Bagaimana teknik pelaporan penyuluhan
sosial?
C.
Tujuan
Adapun tujuan
yang ingin dicapai penulis dalam penyusunan karya tulis ini adalah sebagai
berikut :
1.
Untuk mengetahui teknik pencatatan penyuluhan sosial
2.
Untuk mengetahui teknik pelaporan penyuluhan sosial
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pencatatan
Pencatatan
yang dimaksud dengan pencatatan adalah kegiatan atau suatu proses
pendokumantasian suatu aktifitas dalam bentuk tulisan. Pencatatan dilakukan
diatas kertas, disket, flashdisk, pita nama dan pita film. Bentuk catatan dapat
berupa tulisan, garafik, gambar dan suara. Dokumentasi tertulis tentang seluruh
kegiatan dari Penyuluh Sosial, antara lain : pertemuan dengan klien, pertemuan
dengan keluarga klien, kunjungan rumah, kontak dengan pihak-pihak terkait,
rapat-rapat/diskusi kasus, pertemuan dengan lembaga/instansi, dan lainnya.[1]
Catatan
yang baik adalah catatan yang akurat, obyektif dan tidak bias, fokus pada
informasi kritis, mutakhir, ditulis dengan baik, terorganisir dan jelas, mendokumentasikan
sumber informasi dengan jelas, memberikan alasan untuk semua keputusan dan dan
tindakan dan mendokumentasikan kesesuaian dengan kebijakan lembaga dan panduan
praktik.
Dalam
suatu pencatatan dalam bidang penyuluhan sosial, kurang lebih didalamnya
mencakup hal-hal seperti berikut :
1.
Identitas Kelompok Sosial Binaan
Identitas adalah suatu ciri-ciri atau tanda-tanda yang melekat pada diri
seorang individu yang menjadi ciri khasnya. Identitas sering dihubungkan dengan
atribut yang disematkan kepada individu yang sebenarnya memiliki sifat majemuk.
Secara teoretis, Hakikat identitas adalah sesuatu yang dinamis dan beragam
ekspresi: individu maupun kelompok yang terlibat dalam prosesnya hanyalah
bersifat parsial dan tidak lengkap.
Identitas
sangat sering dibentuk oleh praktik-praktik yang khas dan kejadian-kejadian
yang saling terkait satu dengan lainnya. Dalam kenyataan sehari-hari identitas
dapat berupa pengakuan subjektif yang dijelaskan oleh seseorang atau kelompok
untuk dikenali oleh pihak luar atau pernyataan orang luar yang disematkan
kepada kelompok tersebut. Penyematan pihak luar terhadap suatu kelompok
seringkali tidak sesuai dengan kenyataannya. Penyematan bisa saja terbentuk
atas reduksi hakikat seseorang atau kelompok yang sesungguhnya majemuk.[2]
Sedangkan
identitas sosial merupakan kategorisasi diri dalam hal kelompok, dan lebih
terfokus pada makna yang terkait dalam menjadi anggota kategori sosial, dengan
penekanan yang lebih besar pada identifikasi kelompok, berfokus pada hasil
kognitif seperti ethnosentrisme atau kohesivitas kelompok.[3]
Jadi
identitas kelompok sosial binaan yakni suatu kelompok binaan yang memiliki
suatu ciri khas inti pada kelompoknya, dan lebih terfokus pada makna yang
terkait untuk menjadi anggota kategori sosial yang sedang dibina. Salah satunya
yakni kelompok sosial penyandang disabilitas.
Disabilitas
merupakan suatu ketidakmampuan tubuh dalam melakukan suatu aktifitas atau
kegiatan tertentu sebagaimana orang normal pada umumnya yang disebabkan oleh
kondisi ketidakmampuan dalam hal fisiologis, psikologis dan kelainan struktur
atau fungsi anatomi. Dahulu disabilitas lebih dikenal oleh masyarakat dengan
sebutan penyandang cacat.
Penyandang
disabilitas merupakan orang yang mempunyai keterbatasan mental, fisik,
intelektual maupun sensorik yang dialami dalam jangka waktu lama. Ketika
penyandang disabilitas berhadapan dengan hambatan maka hal itu akan menyulitkan
mereka dalam berpartisipasi penuh dan efektif dalam kehidupan bermasyarakat
berdasarkan kesamaan hak.[4]
2.
Data Anggota Kelompok Binaan
Kelompok binaan dalam penyandang disabilitas yang berada di daerah
Kota Bandung diantaranya :
a.
Penyandang Cacat Fisik
1) Tuna Netra, berarti
kurang penglihatan. Keluarbiasaan ini menuntut adanya pelayanan khusus sehingga
potensi yang dimiliki oleh para tuna netra dapat berkembang secara optimal.
2) Tuna Rungu/ Wicara, ialah
individu yang mengalami kerusakan alat atau organ pendengaran yang menyebabkan
kehilangan kemampuan menerima atau menangkap bunyi serta suara. sedangkan Tuna
Wicara, ialah individu yang mengalami kerusakan atau kehilangan kemampuan
berbahasa, mengucapkan kata-kata, ketepatan dan kecepatan berbicara, serta
produksi suara.
3) Tuna Daksa, secara harfiah berarti cacat fisik. Kelompok tuna daksa antara
lain adalah individu yang menderita penyakit epilepsy (ayan), kelainan tulang belakang, gangguan pada tulang dan
otot,serta yang mengalami amputasi.
b.
Penyandang Cacat Mental
1) Tuna Laras, dikelompokkan
dengan anak yang mengalami gangguan emosi. Gangguan yang muncul pada individu
yang berupa gangguan perilaku seperti suka menyakiti diri sendiri, suka
menyerang teman, dan lainnya.
2) Tuna Grahita, sering
dikenal dengan cacat mental yaitu kemampuan mental yang berada di bawah normal.
Tolak ukurnya adalah tingkat kecerdasan atau IQ.
c.
Penyandang Cacat Fisik dan Mental (Ganda)
Kelompok penyandang jenis ini adalah mereka yang menyandang lebih dari satu
jenis keluarbiasaan, misalnya penyandang tuna netra dengan tuna rungu
sekaligus, penyandang tuna daksa disertai dengan tuna grahita atau bahkan
sekaligus.
3.
Materi Pembinaan
Dalam
pelayanan suatu penyuluhan sosial diperlukan materi yang harus disampaikan
diantaranya[5]
:
a.
Motivasi dan Diagnosis Psikososial
Motivasi
dan diagnosis psikosial sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2014
Tentang Standar Rehabilitasi Sosial Dengan Pendekatan Profesi Pekerjaan Sosial Pasal
7 merupakan upaya yang diarahkan untuk memahami permasalahan psikososial dengan tujuan memulihkan,
mempertahankan, dan meningkatkan keberfungsian sosial. Dalam motivasi dan
diagnosis psikosial didalam nya adalah pemberian materi mengenai pentingnya
berinteraksi dengan masyarakat dan lingkungan untuk mewujudkan kepercayaan
diri.
b.
Pembinaan Kewirausahaan
Pembinaan
kewirausahaan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2014
Tentang Standar Rehabilitasi Sosial Dengan Pendekatan Profesi Pekerjaan Sosial Pasal
7 merupakan usaha pemberian keterampilan kepada penerima pelayanan agar mampu
hidup mandiri dan/atau produktif.
c.
Bimbingan Mental dan Spiritual
Bimbingan
mental spiritual sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2014
Tentang Standar Rehabilitasi Sosial Dengan Pendekatan Profesi Pekerjaan Sosial Pasal
7 merupakan kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan serta
memperbaiki sikap dan perilaku berdasarkan ajaran agama.
d.
Bimbingan Fisik
Bimbingan
fisik sebagaimana dimaksud dalam Peraturan
Menteri Sosial Republik Indonesia
Nomor 22 Tahun 2014 Tentang Standar Rehabilitasi Sosial Dengan Pendekatan
Profesi Pekerjaan Sosial Pasal 7 merupakan kegiatan untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan jasmani penerima
pelayanan.
e.
Bimbingan Sosial dan Konseling Psikososial
Bimbingan
sosial dan konseling psikososial sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Sosial
Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2014 Tentang Standar Rehabilitasi
Sosial Dengan Pendekatan Profesi Pekerjaan Sosial Pasal 7 merupakan semua
bentuk pelayanan bantuan psikologis yang ditujukan untuk mengatasi masalah
psikososial agar dapat meningkatkan keberfungsian sosial.
f.
Pelayanan Aksesibilitas
Pelayanan
aksesibilitas sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2014
Tentang Standar Rehabilitasi Sosial Dengan Pendekatan Profesi Pekerjaan Sosial Pasal
7 merupakan penyediaan kemudahan bagi penerima pelayanan guna mewujudkan
kesamaan hak dan kesempatan dalam segala aspek kehidupan. Diantaranya
memberikan “pelatihan pengoperasian komputer braile” dengan tujuan untuk
memudahkan para penyandang disabilitas dalam mengoperasikan komputer.
g.
Bimbingan Resosialisasi
Bimbingan
resosialisasi sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2014
Tentang Standar Rehabilitasi Sosial Dengan Pendekatan Profesi Pekerjaan Sosial Pasal
7 merupakan kegiatan untuk mempersiapkan penerima pelayanan agar dapat diterima
kembali ke dalam keluarga dan masyarakat. Pemberian bimbingan ini bertujuan
untuk menumbuhkan makna diri. Materi yang dapat diberikan diantaranya tentang
“menumbuhkan potensi diri untuk bersaing di masyarakat luas”.
4.
Metode Pembinaan
Metode
pembinaan yang diterapkan dalam kelompok binaan penyandang disabilitas yang
paling tepat dari materi-materi binaan yang disampaikan yakni melalui metode
rehabilitasi yakni rehabilitasi sosial. Rehabilitasi sosial merupakan proses
refungsionalisasi dan pengembangan untuk memungkinkan seseorang mampu
melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat.
Jangka
waktu pelaksanaan pemberian pelayanan rehabilitasi sosial di dalam panti
pemerintah atau pemerintah daerah dan Lembaga Kesejahteraan Sosial paling
singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan. Standar
rehabilitasi sosial dengan pendekatan profesi penyuluhan sosial bertujuan:
a.
Menjadi acuan dan pedoman bagi praktik pekerjaan sosial dalam
pelayanan baik yang bersifat persuasif, motivatif, koersif agar terpenuhinya
penyembuhan dan pemulihan keberfungsian individu, keluarga, dan masyarakat;
b.
Memberikan perlindungan terhadap penerima pelayanan dari kesalahan
praktik pelaksanaan program rehabilitasi sosial;
c.
Meningkatkan kualitas dan kuantitas penyelenggaraan rehabilitasi
sosial; dan d. memperluas jangkauan
penyelenggaraan rehabilitasi sosial.
5.
Evaluasi Pembinaan
Dalam
melaksanakan penyuluhan sosial yang diberikan kepada kelompok penyandang
disabilitas ini, ada beberapa hal yang menjadi fokus perhatian, yaitu :
a.
Menumbuhkan rasa percaya diri para penyandang disabilitas untuk
mampu berinteraksi dengan masyarakat dan
lingkungannya.
b.
Menumbuhkan rasa percaya diri para penyandang disabilitas untuk
mampu bersaing dengan orang-orang yang normal (secara fisik).
c.
Memberi akses bagi para penyandang disabilitas untuk mencari
pekerjaan atau menciptakan pekerjaan sendiri dengan berwirausaha.
d.
Dengan diberikannya pelatihan pengoprasian komputer yang sudah
dimodifikasi khusus untuk penyandang disabilitas, diharapkan akan memberi
kemudahan dalam berkomunikasi, bisnis dan berinteraksi di jejaring sosial
sehingga dapat terus uptodate terhadap informasi yang ada.
e.
Berbagai macam pelatihan, diberikan dengan tujuan untuk menumbuhkan
potensi yang dimiliki, sehingga menjadikan hidupnya lebih bermakna
f.
Bimbingan dan konseling diberikan sebagai upaya memberikan bantuan
kepada penyandang disabilitas untuk mengarahakan dirinya supaya dapat menemukan
cara penyelesaian permasalahannya sendiri.
g.
Memberikan bimbingan fisik supaya para penyandang disabilitas akan
selalu merasa sehat, dan mampu menjalankan aktivitasnya dengan baik.
Dalam
melaksanakan penyuluhan sosial ini, metode yang digunakan adalah rehabilitasi
sosial yang merupakan proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk
memungkinkan seseorang mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam
kehidupan masyarakat.
Rehabilitasi
yang diberikan dengan mengutamakan materi-materi mengenai motivasi dan
diagnosis, psikososial, pembinaan kewirausahaan, bimbingan mental dan spiritual, bimbingan fisik, bimbingan sosial dan konseling, psikososial pelayanan aksesibilitas, dan bimbingan resosialisasi
dapat terlaksana dengan baik, karena apa yang disampaikan merupakan
kebutuhan pokok dan merupakan masalah dasar yang sering dialami oleh para
penyandang disabilitas. Namun, dalam pelaksanaannya terdapat hambatan pada
kelompok binaan penyandang disabilitas ganda (cacat mental dan fisik).
Laporan Pencatatan
penyuluhan sosial di kelompok binaan penyandang disabilitas
kota Bandung
(periode september-oktober 2016)
No
|
Sasaran
penyuluhan
|
Jumlah binaan
|
Materi
|
Metode
|
Waktu
pelaksanaan
|
Evaluasi
|
1
2
3
|
Penyandang cacat fisik
a.
Tuna netra
b.
Tuna rungu/wicara
c.
Tuna daksa
Penyandang cacat mental
a.
Tuna laras
b.
Tuna grahita
Penyandang cacat fisik dan mental
(ganda)
|
6
5
3
5
4
2
|
1.
motivasi dan diagnosis psikososial
2.
pembinaan kewirausahaan
3.
bimbingan mental dan spiritual
4.
bimbingan fisik
5.
bimbingan sosial dan konseling
6.
pelayanan aksesibilitas
7.
bimbingan resosialisasi
|
Rehabilitasi dengan memberikan
materi melaui pelatihan secara langsung dan melalui training , bimbingan dan
konseling dengan melibatkan pihak-pihak terkait.
|
Week 1
Week 2
Week3
Week 4
Week 5
Week 6
Week 7
|
Terlaksana
Terlaksana
Terlaksana
Terlaksana
Terlaksana
Terlaksana
Terlaksana
|
B.
Pelaporan
Setiap kegiatan yang dilakukan setelah pembuatan pencatatan
diakhiri dengan pembuatan laporan. Laporan adalah catatan yang memberikan
informasi tentang kegiatan tertentu dan hasilnya yang disampaikan ke pihak yang
berwenang atau yang berkaitan dengan kegiatan tersebut. Pelaporan merupakan
cara komunikasi petugas yang dapat dilakukan baik secara tertulis maupun lisan
tentang hasil dari suatu kegiatan atau intervensi yang telah dilakukan.[6]
Suatu bentuk penyampaian informasi, secara lisan maupun dengan tulisan.
Penyampaian pelaporan harus diusahakan benar dan objektif serta lugas sesuai
dengan apa yang terjadi di lapngan. Fungsi pelaporan, antara lain :
1.
Alat pertanggungjawaban
2.
Alat untuk mempererat dan memperkokoh kerja sama dan koordinasi
3.
Alat untuk mempermudah dan mengadakan penyusunan rencana
4.
Alat untuk mengembangkan dan menemukan ide – ide
Tahapan dalam pelaporan penyuluhan sosial yang utama laporan
diserahkan kepada seksi penyuluhan di bidang partisipasi bagian jabatan
fungsional yang nantinya akan diserahkan dan disahkan oleh kepala dinas sosial.
[1] Yulifah Rita, Johan Tri, Yuswanto Agus, 2012 Asuhan Kebidanan
Komunitas. Jakarta: Salemba Medika. Hal.143
[2] Taylor, Shalley E,dkk, 2009. Psikologi Sosial Edisi Keduabelas.
Jakarta: Kencana. Hal.11
[3] Burke J Peter, Stets E Jan, 1998. Identity Theory And Social
Identity Theory. Washington State University [On-line] http://books.google.co.id/book
diakses pada 16 Juli 2013.
[4] Undang-undang No 19 Tahun 2011 Tentang Pengesahan Hak-Hak Penyandang
Disabilitas, (Lembaga Negara RI Tahun 2011 no 107, Tambahan Lembaran Negara RI
Nomor 5251)
[5] Peraturan Menteri
Sosial Republik Indonesia Nomor 22 Tahun
2014 Tentang Standar Rehabilitasi Sosial Dengan Pendekatan Profesi Pekerjaan
Sosial. Pasal. 7
[6] Yulifah Rita, Johan Tri, Yuswanto Agus, 2012. Asuhan Kebidanan
Komunitas. Jakarta: Salemba Medika. Hal.150
Tidak ada komentar:
Posting Komentar