PENDEKATAN CLIENT-CENTERD
A.
Garis
Besar Teori
Pendekatan client-centered
dikembangkan oleh Carl Ronger, semula adalah pendekatan nondirektif yang
dikembankan pada tahun 1940-an sebagai reaksi melawan pendekatan psikoanalitik.
Terapi client-centerd menaruh kepercayaan dan meminta tanggung jawab
yang lebih besar kepada klien dalam mempelajari manusia (Corey, 91: 2013).
B.
Konsep-Konsep
Utama
1.
Pandangan
tentang sifat manusia.
Client-centerd memandang bahwa manusia memiliki fungsi dasar yang postif, dipercaya
memiliki dasar kooperatif dan konstruktif (Corey, 91: 2013). Teori
Roger mengenai pandangan tentang sifat manusia, menekankan pada pengembangan
potensi yang dan kemampuan secara hakiki yang berasal dari dalam diri individu
sendiri. Potensi dan kemampuan yang telah berkembang itu menjadi penggerak bagi
upaya individu untuk mencapai tujuan- tujuan hidupnya (Prayitno dan Amti, 300:
2004)
Jika kita
Istinbath kedalam Al-Qur’an, pandangan mengenai pandangan manusia menurut client-centered
tersebut berkaitan dengan Qs.Ar-Ra’d: 11
لَهُۥ
مُعَقِّبَٰتٞ مِّنۢ بَيۡنِ يَدَيۡهِ وَمِنۡ خَلۡفِهِۦ يَحۡفَظُونَهُۥ مِنۡ أَمۡرِ ٱللَّهِۗ
إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوۡمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُواْ مَا
بِأَنفُسِهِمۡۗ وَإِذَآ أَرَادَ ٱللَّهُ بِقَوۡمٖ سُوٓءٗا فَلَا مَرَدَّ لَهُۥۚ
وَمَا لَهُم مِّن دُونِهِۦ مِن وَالٍ ١١
“Sesungguhnya Allah tidak
merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri
mereka sendiri.” Pada
ayat tersebutpun dijelaskan bahwa jika suatu kaum (individu) ingin berubah maka
merekalah yang harus merubah diri mereka sendiri dengan kemampuan dan potensi
yang telah diberikan oleh-Nya (Al-Qur’an dan Tafsir)
2.
Ciri-Ciri
Pendekatan Client-Centered
Rogers (1974,
hlm 213-214) menjelaskan ciri-ciri mengenai pendekatan client-centered, yakni
:
a.
Memfokuskan
pada tanggung jawab dan kesanggupan kline untuk menemukan cara-cara menghadapi
kenyataan secara penuh.
b.
Menekankan
dunia fenomenal kline dengan empati yang cermat sebagai usaha untuk memahami
klien dan memahami kerangka acuan internal klien.
c.
Memandang
psikoterafi sebagai salah satu contoh dari hubungan pribadi yang konstruktif
dimana klien dibantu untuk mengalami pertumbuhan psikoterapinya oleh terapis.
d.
Prinsip-prinsip terapi client-centerd
diterapkan pada individu yang relatif normal mapun individu yang memiliki
penyimpangan psikologisnya lebih besar.
3.
Tujuan
Pendekatan Client-Centerd
Pada pendekatan
client-centerd tidak terlalu
memberikan perhatian kepada teori mengenai kepribadian. Namun demikian, dalam
sebuah proses konseling atau terapi slalu memperhaikan perubahan kepribadian.
Dalam pendekatan inilah, diharapkan klien dapat mengaktualisasikan diri,
memiliki kecenderungan positif kepada orang lain, memiliki person yang utuh
yakni penghargaan positif kepada diri. Sehingga dapat mencapai pencapain
penyesuain psikologis yang baik (Pihasniwati, 125: 2008 ).
C. Prosedur dalam terapi Client-Centerd
Dalam pendekatan client-centerd
konselor lebih banyak berperan sebagi patner klien dalam memecahkan
masalahnya, agar peranan ini dapat dipertahankan dan tujuan konseling dapat
dicapai; maka konselor perlu menciptakan suasana dan kondisi yang mampu
menimbulkan hubungan konseling (Latipun, 106: 2008). Dalam pendekatan client-centerd terfokus
pada klien. jika dilihat dari apa yang dilakukan konselor dapat di buat dua
tahap. Pertama, tahap membangun
hubungan terapeutik, menciptakan kondisi fasilitatif dan hubungan yang
subtantif seperti empati, kejujuran, ketulusan, penghargaan dan positif jtanpa
syarat. Tahap Kedua,tahap kelanjutan yang disesuaikan dengan efektifitas
hubungan disesuaikan dengan kebutuhan klien.
Adapun teknik dalam terapi client-centerd yakni:
1.
Konselor menciptakan suasana komunikasi antar pribadi yang merealisasikan
segala kondisi
Pada kasus stan, terapis akan mendorong kepada Stan untuk secara bebas
berbicara tentang perasaan-perasaan gagal, tidak layak atau tidak merasa diri
sebagai lelaki sejati, ketidak berdayaan yang kadang-kadang muncul, serta
perasaan takut dan tidak pastinya. Terapis akan memberikan kepada Stan sikap-sikap dasar pengertian dan
penerimaan. Melalui pandangan positif dari terapis,
Stan diharapkan mampu menanggalkan tuntutan-tuntutannya yang tak wajar
serta mengeksplorasi secara lebih penuh dan bebas kesulitan-kesulitan
pribadinya. Stan memiliki kesempatan untuk mengungkapakan dengan terus terang perasaan
takutnya terhadap wanita, perasaan tidak akan mapu berhubungan dengan orang
lain dan perasaan bersalahnya yakni karena ia tidak mampu memenuhi
pengharapan-pengharapan kedua orangtuannya.
2.
Konselor
menjadi seorang pendengar yang sabar dan peka, yang menyakinkan konseli dia
diterima dan dipahami
Pada proses konseli terhadap kasus Stan, terapis atau konselor
diharapkan dapat mendengarkan seluruh keluh kesah yang dialami oleh Stan. Pada dasarnya, Stan akan tumbuh secara
pribadi dalam hubungan dengan terapis yang bersedia menunjukkan ketulusan. Stan
bisa menggunakan hubungan dengan terapis untuk belajar menerima dirinya sendiri
dengan segala kekurangan dan kelebihannya.
3.
Konselor
memungkinkan konseli untuk mengungkapkan seluruh perasaannya secara jujur,
lebih memahami diri sendiri dan mengembangkan suatu tujuan perubahan dalam diri
sendiri dan perilakunya (Winkel, 402: 2007).
PENDEKATAN GESTALT
Menurut Frederick S.Pearl (1894-1970)
didasari oleh tiga aliran, yaitu : psikoanalisis, fenomenologis, dan
eksistensialisme. [1] Menurutnya terapi
Gestalt merupakan pendekatan eksistensial yang tidak hanya sibuk dengan hanya
mengatasi gejala-gejala atau struktur karakter tetapi dengan eksistensial total
seseorang . gestalt sendiri merupakan salah satu bentuk terapi eksistensial[2]
. Teori gestalt menolak pencarian alasan tentang sebab-sebab
terjadinya perilaku, pemikiran atau perasaan yang terjadi, tetapi lebih
mengutamakan meminta individu untuk mencoba aktivitas baru yang telah didesain
untuk meningkatkan kesadaraan. Dengan demikian konseli akan mengalami sedniri
apa yang dilihatnya, apa yang dirasakannya dan apa yang diinterprestasikannya,
sehingga konseli dalam keadaan aktif dan tidak mengganggu terapis untuk
meningkatkan kesadarannya.
Fokus utama pendekatan ini adalah masa
kini, disini, dan saat ini (the present, the here, and now). Implikasinya, masa
lalu, sudah berlalu, dan masa depan belum tiba sehingga hanya masa kini yang
penting. [3]
Konselor
berusaha menyediakan bagi klien bantuan untuk mengidentifikasi apa yang
dibutuhkannya untuk menjadi independen, tidak lagi bergantung pada siapapun.
Untuk mencapai kondisi ini klien harus berupaya mau bekerjasama dengan konselor
untuk berfungsi sistematik secara keseluruhan dalam memadu perilaku, perasaan,
pikiran, dan sikap-sikapnya. Di dalam proses ini, klien mesti belajar
bertanggung jawab bagi dirinya. Gestalt memiliki pandangan positif mengenai
kapasitas individu untuk mengarahkan diri. Lebih jauh lagi, klien harus
didukung untuk menggunakan kapasitas ini dan mengambil tanggung jawab bagi
hidupnya sendiri dan untuk melakukannya sekarang,
dimasa kini, ia harus mengalami disini dan sekarang.
Dalam terapi gestalt, kontak atau
hubungan memepunyai peranan yang sangat penting. Jika seseorang mengadakan
kontak dengan lingkungannya, maka akan terjadi perubahaan yang diinginkan.
Kontak seseorang dengan lingkungan di sekitarnya dlakukan dengan cara
melihat,mendengar, membau, menyentuh dan bergerak. Kontak yang baik merupakan suatu
hubungan dimana seseorang dapat derinteraksi dengan lingkungan di sekitarnya
tanpa kehilangan kepribadiannya.
Teknik-teknik
konselingnya meliputi pertanyaan bagaimana dan apa, konfrontasi-konfrontasi,
pernyataan “aku” dan berbagi kesadaran
bersama klien dengan menitik beratkan momen ini
Tujuan
Terapi Gestalt, yaitu : Menantang klien agar berpindah dari “didukung oleh
lingkungan” kepada “didukung oleh diri sendiri”, menjadikan pasien tidak
bergantung pada orang lain, menjadikan pasien menemukan sejak awal bahwa dia
bisa melakukan banyak hal, lebih banyak daripada yang dikiranya, dan pengintegrasian
kepribadian. Menantang Seseorang tidak mengalami masa lalu dan masa
yang akan datang mereka hanya akan dapat mengalami dirinya pada saat ini.
Seseorang itu pada dasarnya baik dan bukan buruk [4]
Teknik-teknik
terapi Gestalt, yaitu :Teknik Kursi kosong, Permainan-permainan dialog, membuat
lingkaran, urusan yang tak selesai, “saya memikul tanggung jawab”, “saya
memiliki suatu rahasia”, bermain proyeksi, pembalikkan, irama kontak dan
penarikan, ulangan, “melebih-lebihkan.”, “bolehkah saya memberimu sebuah
kalimat ?”, permainan-permainan konseling perkawinan ,“bisakah anda tetap
dengan perasaan ini ?”
Proses konseling Gestalt : Fase pertama,
membentuk pola pertemuan terapeutik, agar tercapai situasi yang memungkinkan
perubahan-perubahan pada klien. Pola yang diciptakan berbeda pada tiap klien,
karena masing-masing memiliki keunikan sebagai individu serta memiliki
kebutuhan yang bergantung pada masalah yang harus dipecahkan. Situasi ini
mengandung komponen emosional dan intuitif.
Fase kedua, melaksanakan pengawasan
yaitu konselor berusaha meyakinkan atau memaksa klien untuk mengikuti prosuder
yang telah ditetapkan sesuai dengan kondisi klien.
Fase ketiga, klien mendorong untuk
mengatakan perasaan-perasaannya pada pertemuan-pertemuan teori saat ini bukan
menceritakan pengalaman masa lalu atau harapan masa dating. Klien diberikan
kesempatan untuk mengalami kembali segala perasaan dan perbuatan pada masa lalu
dalam situasi saat ini.
Fase keempat, setelah klien memperoleh
pemahaman dan penyadaran tentang dirinya, tindakannya dan perasaannya, maka
terapi sampai fase akhir. Dalam situasi ini klien mungkin sudah memutuskan
untuk melepaskan diri dari konselor hingga ia harus bisa membina diri. Tetapi
ada kemungkinan ia merasa khawatir karena lepas dari bimbingan konselor
Ciri-ciri
teori Gestalt adalah : Pendekatannya konfrontif dan aktif, menangani masa
lampau dengan membawa aspek-aspek masa lampau yang relevan pada saat sekarang,
menggairahkan hubungan dan pengungkapan perasaan-perasaan langsung dan
menghindari intelektualisasi abstrak tentang masalah-masalah klien, memberikan
perhatian terhadap pesan-pesan nonverbal dan pesan-pesan tubuh, menolak
mengakui ketidakberdayaan sebagai alasan untuk tidak berubah, dan meletakkan
penekanan pada klien untuk menemukan makna-maknanya sendiri dan membuat
penafsiran-penafsiran sendiri.
a.
Dalam waktu yang sangat singkat
para klien bisa mengalami perasaan-perasaannya sendiri secara inten melalui
sejumlah latihan gestalt
Seorang siswi yang duduk di bangku
SMA , yang bernama wina memiliki konflik
dalam memilih keputusan untuk masa depannya. Wina adalah anak yang Mandiri..
Wina sudah ditinggalkan ibu dan ayah yang telah meninggal dunia. Ia belum bisa
untuk memikirkan pekerjaan untuk masa depan, ia menginginkan setelah lulus SMA
melanjutkan kuliah. Meski orangtua sudah tidak ada , namun wina masih memiliki
kaka nya yang mengurusi segala investasi dari orangtua.
wina memiliki masalah bahwa ia tidak sanggup mengatakan keinginannya untuk melanjutkan kuliah dan meminta kaka nya untuk menjual sedikit aset yang ditinggalkan orangtua untuk biaya kuliahnya kelak. Karena, sebelumnya kaka nya juga pernah menjual aset tersebut dengan mengatas namakan wina, padahal kakanya yang menggunakan untuk keperluan pribadi. Jadi, kali ini wina ingin merealisasikan keinginannya untuk melanjutkan pendidikan kuliah nya. Wina merasa bahwa permintaannya itu tidaklah berat, karena ia berfikir bahwa ia masih sanggup dan memiliki biaya untuk hal itu. Namun, wina ragu untuk mengatakannya karena takut tidak dikabulkan. Bagaimana seharusnya wina berindak?
wina memiliki masalah bahwa ia tidak sanggup mengatakan keinginannya untuk melanjutkan kuliah dan meminta kaka nya untuk menjual sedikit aset yang ditinggalkan orangtua untuk biaya kuliahnya kelak. Karena, sebelumnya kaka nya juga pernah menjual aset tersebut dengan mengatas namakan wina, padahal kakanya yang menggunakan untuk keperluan pribadi. Jadi, kali ini wina ingin merealisasikan keinginannya untuk melanjutkan pendidikan kuliah nya. Wina merasa bahwa permintaannya itu tidaklah berat, karena ia berfikir bahwa ia masih sanggup dan memiliki biaya untuk hal itu. Namun, wina ragu untuk mengatakannya karena takut tidak dikabulkan. Bagaimana seharusnya wina berindak?
Menggunakan Pendekatan Gestalt seperti kasus diatas, konselor dapat
menerapkan teknik pembalikan. Teknik pembalikan maksudnya adalah konseli terjun
ke dalam suatu yang ditakutinya karena dianggap bisa menimbulkan kecemasan, dan
menjalin hubungan dengan bagian-bagian diri yang telah ditekan atau
diingkarinya. Gejala-gejala dan tingkah laku sering kali mempresentasikan
pembalikan dari dorongan-dorongan yang mendasari. Jadi konselor bisa meminta
klien memainkan peran yang bertentangan dengan perasaan-perasaan yang
dikeluhkannya atau pembalikan dari kepribadiannya.
Seperti halnya wina yang takut dan ragu untuk mengungkapkan keinginannya kepada kaka nya untuk melanjutkan kuliah dan meminta kakanya untuk menjual sedikit aset yang ditinggalkan oleh orangtua mereka untuk biaya kuliahnya nanti. Karena wina sangat menginginkan setelah lulus sekolah SMA nanti wina ingin melanjutkan kuliah. Di sini konselor perlu membawa konseli untuk masuk kedalam suatu yang di takutinya itu. Konselor berusaha meyakinkan dan mengkondisikan konseli untuk mengikuti prosedur yang telah ditetapkan sesuai dengan kondisi konseli. Wina tidak perlu takut untuk mengatakan keinginannya kepada kakanya tersebut, dan konselor perlu meyakinkan konseli bahwa permintaannya itu akan dikabulkan oleh kaka nya, dengan satu hal yang perlu di ingat wina harus bertanggung jawab dengan apa yang telah menjadi keputusannya itu kepada kakanya. Walaupun P belum bisa memikirkan pekerjaan untuk masa depannya. Ada dua hal yang dilakukan konselor yaitu, membangkitkan motivasi sekaligus meyakinkan konseli bahwa permintaannya akan dikabulkan oleh sang kaka, dan membangkitkan otonomi konseli (menekankan bahwa konseli harus mengemukakan alasan-alasannya secara bertanggung jawab kepada konselor bahwa konseli ingin melanjutkan kuliah dengan sungguh-sungguh).
Setelah konseli memperoleh pemahaman dan penyegaran tentang pikiran, perasaan, dan tingkah lakunya, konselor mengantarkan konseli memasuki fase akhir konseling. Pada fase ini konseli menunjukkan gejala-gejala yang mengindikasikan integritas kepribadiannya sebagai individu yang unik dan manusiawi.
Sehingga dalam kasus ini, sebenarnya tujuan utama dari konseling Gestalt adalah membantu konseli agar berani mengahadapi berbagai macam tantangan maupun kenyataan yang harus dihadapi. Tujuan ini mengandung makna bahwa konseli haruslah menjadi percaya pada diri, dapat berbuat lebih banyak untuk meingkatkan kebermaknaan hidupnya.
Individu yang bermasalah pada umumnya belum memanfaatkan potensinya secara penuh, melainkan baru memanfaatkan sebagaian dari potensinya yang dimilikinya. Melalui konseling, konselor membantu konseli agar potensi yang baru dimanfaatkan sebagian ini dimanfaatkan dan dikembangkan secara optimal.
Dimana pendekatan yang sangat memperhatikan kemampuan organisme untuk berkembang dan menentukan tujuannya adalah pendekatan Gestalt. Pendekatan Gestalt lebih menekankan pada apa yang terjadi saat ini-dan-di sini, dan proses yang berlangsung, bukan pada masa lalu ataupun masa depan. Sehingga konseli dapat mengatakan keinginannya itu kepada kakanya dengan sungguh-sungguh. Bahwa keinginannya saat ini dapat mempersiapkan dirinya untuk melanjutkan kuliah. Yang penting dalam pendekatan ini adalah kesadaran saat ini dalam pengalaman seseorang.
Seperti halnya wina yang takut dan ragu untuk mengungkapkan keinginannya kepada kaka nya untuk melanjutkan kuliah dan meminta kakanya untuk menjual sedikit aset yang ditinggalkan oleh orangtua mereka untuk biaya kuliahnya nanti. Karena wina sangat menginginkan setelah lulus sekolah SMA nanti wina ingin melanjutkan kuliah. Di sini konselor perlu membawa konseli untuk masuk kedalam suatu yang di takutinya itu. Konselor berusaha meyakinkan dan mengkondisikan konseli untuk mengikuti prosedur yang telah ditetapkan sesuai dengan kondisi konseli. Wina tidak perlu takut untuk mengatakan keinginannya kepada kakanya tersebut, dan konselor perlu meyakinkan konseli bahwa permintaannya itu akan dikabulkan oleh kaka nya, dengan satu hal yang perlu di ingat wina harus bertanggung jawab dengan apa yang telah menjadi keputusannya itu kepada kakanya. Walaupun P belum bisa memikirkan pekerjaan untuk masa depannya. Ada dua hal yang dilakukan konselor yaitu, membangkitkan motivasi sekaligus meyakinkan konseli bahwa permintaannya akan dikabulkan oleh sang kaka, dan membangkitkan otonomi konseli (menekankan bahwa konseli harus mengemukakan alasan-alasannya secara bertanggung jawab kepada konselor bahwa konseli ingin melanjutkan kuliah dengan sungguh-sungguh).
Setelah konseli memperoleh pemahaman dan penyegaran tentang pikiran, perasaan, dan tingkah lakunya, konselor mengantarkan konseli memasuki fase akhir konseling. Pada fase ini konseli menunjukkan gejala-gejala yang mengindikasikan integritas kepribadiannya sebagai individu yang unik dan manusiawi.
Sehingga dalam kasus ini, sebenarnya tujuan utama dari konseling Gestalt adalah membantu konseli agar berani mengahadapi berbagai macam tantangan maupun kenyataan yang harus dihadapi. Tujuan ini mengandung makna bahwa konseli haruslah menjadi percaya pada diri, dapat berbuat lebih banyak untuk meingkatkan kebermaknaan hidupnya.
Individu yang bermasalah pada umumnya belum memanfaatkan potensinya secara penuh, melainkan baru memanfaatkan sebagaian dari potensinya yang dimilikinya. Melalui konseling, konselor membantu konseli agar potensi yang baru dimanfaatkan sebagian ini dimanfaatkan dan dikembangkan secara optimal.
Dimana pendekatan yang sangat memperhatikan kemampuan organisme untuk berkembang dan menentukan tujuannya adalah pendekatan Gestalt. Pendekatan Gestalt lebih menekankan pada apa yang terjadi saat ini-dan-di sini, dan proses yang berlangsung, bukan pada masa lalu ataupun masa depan. Sehingga konseli dapat mengatakan keinginannya itu kepada kakanya dengan sungguh-sungguh. Bahwa keinginannya saat ini dapat mempersiapkan dirinya untuk melanjutkan kuliah. Yang penting dalam pendekatan ini adalah kesadaran saat ini dalam pengalaman seseorang.
Ayat Al-Quran
Artinya:”
Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal
kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang
beriman
Hadis
Diriwayatkan
dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah Saw bersabda orang mukmin yang kuat lebih
baik dan lebih dicintai allah dari pada orang mukmin yang lemah, dan dalam
keduanya ada kebaikan. Semangatlah untuk melakukan hal yang bermanfaat bagimu, mintalah
pertolongan kepada Allah dan jangan lemah. Dan ketika sesuatu menimpamu maka
janganlah kamu katakan: “seandainya dahulu aku melakukan hal yang ini maka akan
terjadi seperti ini dan itu” tapi katakanlah : “ini adalah takdir Allah dan
apapun yang dia kehendaki pasti akan terjadi “ karena kata-kata” seandainya
(lau) “ akan membuka alamalan setan. “ (HR. Muslim 4186,Ibnu Majah 76).
[1] Fenti Hiknawanti. 2012. Bimbingan dan Konseling.
Jakarta : PT. RajaGrafindo:111
[2] Jones, richard Nelson, 2011. Teori dan Praktik Konseling
dan Terapi, Yogyakarta:Pustaka pelajar
[3] Hartono,2012.Psikologi Konseling,
Jakarta:Kencana
PENDEKATAN PSIKOANALISIS
Psikoanalisis merupakan
metode penyembuhan yang lebih bersifat psikologi dengan cara-cara fisik. Tokoh
utama dan pendiri psikoanalisis adalah Sigmund Freud, sebagai orang yang mengemukakan
konsep ketidaksadaran dalam kepribadian.
Konsep-konsep psikoanalisis banyak memberi pengaruh terhadap perkembangan
konseling.[1]
Bagi para
konselor pemula, mempelajari teori psikoanalisis merupakan bidang studi yang
sangat penting. Sigmund Freud dan terapi Freudian sudah lama menjadi label
utama praktik psikoanalisis dan psikoterapi di seluruh abad ini. Freud sendiri
mengembangkan dan mempopulerkan psikoanalisis ke seluruh dunia untuk pertama
kalinya sebagai sebuah teori komprehensif yang membahas perkembangan
kepribadian manusi, namun fokusnya tidak hanya berhenti kepada teori
kepribadian melainkan mencakup juga metode terapinya. [2]
Pendekatan psikanalisis
menekankan pentingnya riwayat hidup klien atau konseli, pengaruh dari
impuls-impuls genetik (instink), energi hidup, pengaruh dari pengalaman dini
kepada kepribadian individu, serta irasionalitas dan sumber-sumber tak sadar dari
tingkah laku manusia. Konsep psikoanalisis menganai taraf kesadaran merupakan
kontribusi yang sangat signifikan. Freud membagi kepribadian dalam tiga
tingkatan yaitu conscious,berisi
ide-ide yang disadari individu pada saat itu; taraf preconscious,berisi
ide-ide yang tidak disadari individu pada saat itu, tetapi dapat dipanggil
kembali; taraf unconscious, berisi memori dan ide yang sudah dilupakan
oleh individu. Menurut Freud, yang tidak disadari merupakan bagian terbesar
dari kepribadian dan mempunyai pengaruh yang sangat kuat pada tingkah laku
individu. [3]
Menurut
pandangan psikoanalitik, struktur kepribadian terdiri dari tiga sistem: id,
ego, superego. Ketiganya adalah nama bagi proses-proses psikologis dan
jangan dipikirkan sebagai agen-agen yang secara terpisah mengoperasikan
kepribadian; merupakan fungsi-fungsi kepribadian sebagai keseluruhan daripada tiga
bagian yang terasing satu sama lain. (a) Id adalah komponen biologis dan
berorientasi pada prinsip kesenanganyang merujuk kepada kepuasan dari dorongan
biologis. Dalam penjelasan Freud, id merupakan sumber energi psikis yang
menggerakan kegiatan psikis manusia, karena berisi insting-insting, baik
insting hidup (erros) yang menggerakan untuk mencapai pemenuhan
kebutuhan biologis (seperti makan, minum, tidur, hubungan seks dan lain lain)
dan juga insting kematian (tanatos) yang menggerakan tingkah laku agresif.
Id bersifat primitif dan tidak logis atau irasional. (b) ego adalah
komponen psikologis yang rasional dan berorientasi pada prinsip realitas. Ego
berperan sebagai mediator antara id (keinginan untuk mencapai kepuasan) dan
kondisi lingkungan atau dunia nyata. Ego memiliki keinginan untuk memaksimalkan
pencapaian kepuasan, artinya dilakukan melalui proses berpikir yang realistis
dan rasional serta berorientasi pada pemecahan masalah. Prinsip kerjanya selalu
bertentangan dengan id. [4] Proses
ini meliputi persepsi, memori, dan belajar. Orang yang lapar akan merencanakan
untuk mencari makan kemudian memastikan keberadaan tempat makan. Kegiatan ini
pengujian realitas untuk memastikan bahwa cara untuk memuaskan kebutuhan ada di
alam nyata, tidak lagi bersifat khayalan. (c) superego merupakan
komponen sosial dari kepribadian. Berisi komponen moral dari kepribadian yang
terkait dengan standard atau norma masyarakat mengenai baik-buruk atau
benar-salah. [5]
Pusat atau inti
diri yang disebut Freud sebagai ego itu disebut Allah dalam surat An-Nahl ayat
78:
وَٱللَّهُ
أَخۡرَجَكُم مِّنۢ بُطُونِ أُمَّهَٰتِكُمۡ لَا تَعۡلَمُونَ شَيۡٔٗا وَجَعَلَ
لَكُمُ ٱلسَّمۡعَ وَٱلۡأَبۡصَٰرَ وَٱلۡأَفِۡٔدَةَ لَعَلَّكُمۡ تَشۡكُرُونَ ٧٨
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan
tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan
hati, agar kamu bersyukur”.[6]
Dari ayat
diatas kita dapat maknai kandungannya bahwa sebagai manusia yang tidak tahu
apa-apa, tapi diberi perangkat ‘kesadaran’ yang terdiri dari telinga, mata, dan
otak. Bekerjanya telinga, mata, dan otak (secara mekanis) itulah yang disebut Freud sebagai sadar
(conscious).
Pandangan
Freudian tentang sifat manusia pada dasarnya pesimistik, deterministik,
mekanistik, dan reduksionistik. Menurut Freud, tingkah laku manusia ditentukan
oleh kekuatan-kekuatan irasional, motivasi-motivasi tak sadar,
kebutuhan-kebutuhan dan dorongan-dorongan biologis dan naluriah.[7]
Teknik-teknik
dalam psikoanalisis digunakan untuk meningkatkan kesadaran mendapatkan tilikan
intelektual ke dalam perilaku klien, dan memahami gejala-gejala yang tampak.
Ada lima teknik dasar dalam terapi psikoanalisis, yaitu: (1) asosiasi bebas,
adalah salah satu metode pengungkapan pengalaman masa lampau dan penghentian
emosi-emosi yang berkaitan dengan situasi traumatik di masa lalu; (2) Interpretasi,
adalah prosedur dasar yang digunakan dalam sosiasi bebas, analisi mimpi,
analisis resistensi, dan analisis transparasi; (3) analisis mimpi,
merupakan prosedur yang penting untuk membuka hal-hal yang tidak disadari dan
membantu klien untuk memperoleh tilikan kepada masalah-masalah yang belum
terpecahkan; (4) analisis resistensi, Freud memandang resistensi sebagai
dinamika yang tidak disadari yang mendorong seseorang untuk mempertahankan
terhadap kecemasan. Resistensi bukan sesuatu yang harus diatasi, karena hal itu
merupakan gambaran pendekatan pertahanan klien atau konseli dalam kehidupan
sehari-hari. Resistensi harus diakui sebagai alat pertahanan menghadapi
kecemasan; (5) analisis tranferensi, Teknik ini akan mendorong klien
menghidupkan kembali masa lalunya. Penafsiran hubungan transferensi juga
memungkinkan klien atau konseli atau konseli mampu menembus: konflik-konflik
masa lampau yang tetap dipertahankannya hingga sekarang dan yang menghambat
pertumbuhan emosionalnya. Singkatnya, efek-efek psikopatologis dari hubungan
masa dini yang tidak diinginkan, dihambat oleh penggarapan atas konflik
emosional yang sama yang terdapat dalam hubungan terapeutik dengan analis atau
konselor[8].
Proses
konseling dititkberatkan pada usaha konselor agar konseli dapat menghayati,
memahami dan mengenal pengalaman-pengalaman masa kecilnya.
Pengalaman-pengalaman tersebut ditata, didiskusikan, dianalisis, dan di
tafsirkan dengan tujuan agar kepribadian konseli dapat direkontruksi kembali.
Secara spesifik, membawa konseli dari dorongan-dorongan yang ditekan
(ketidaksadaran) yang mengakibatkan kecemsan ke arah perkembangan kesadaran
intelektual, menghidupkan kembali masa lalu konseli dengan menembus konflik
yang ditekan, memberikan kesempatan kepada konseli untuk menghadapi situasi
yang selama ini ia gagal mengatasinya.
[1] Fenty Hikmawati, Edisi Revisi Bimbingan dan Konseling
(Jakarta: PT Raja Grafindo,2014) hlm.95.
[2] Robbert L. Gibson dan Marrianne H. Mitchell, Bimbingan dan
Konseling edisi ketujuh Terj. Yudi Santoso (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2011) hlm. 208.
[3] Jeanette Murad Lesmana, Dasar-dasar konseling (Jakarta:
UI-Press,2011) hlm. 16-17.
[4] NamoraLumongga Lubis, Memahami dasar-dasar konseling (Jakarta:
Kencana, 2014) hlm.142
[5] Dede Rahmat Hidayat, Psikologi kepribadian dalam konseling
(Jakarta: Ghala Indonesia, 2011) Hlm.28.
[6] Depag. RI 2010
[7]Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi
terj.E.Koswara (Bandung: PT Refika
Aditama,2005) Hlm 15-16.
[8] Fenty Hikmawati, op.cit.hlm 101-102.
P
PENDEKATAN TRAIT AND FACTOR
A.
Teori
Trait And Factor
Trait adalah suatu ciri yang khas bagi
seseorang dalam berpikir, berperasaan, dan berprilaku, seperti intelegensi
(berpikir), iba hati (berperasaan), dan agresif (berperilaku). Dalam sebuah
teori Allport, menyebutkan bahwa struktur kepribadian itu terutama dinyatakan
dalam sifat-sifat (traits) dan tingkah laku didorong oleh sifat-sifat (traits).[1]
Pendekatan trait terhadap kepribadian ada-lah umum dalam kebudayaan
populer. Kita dapat dengan mudah menggambarkan seseorang seba-gai orang yang ekstrovet,
teratur, atau egois.[2]
Dan juga istilah konseling trait-factor dan dideskripsikan
adalah corak konseling yang menekankan pemahaman diri yakni membantu mengetahui
kelemahan dan kekuatan diri konseli dengan melalui testing psikologis dan
penerapan pemahaman itu dalam memecahkan beraneka problem yang dihadapi,
menentukan tujuan yang akan dicapainya sesuai dengan bakat hasil tes terutama
yang menyangkut pilihan bidang studi/ bidang pekerjaaan.[3]
Konseling dengan pendekatan Trait and Factor ini
sering disebut konseling yang direktif, karena konselor secara aktif membantu
klien mengarahkan perilakunya menuju pemecahan kesulitannya. Teori atau
pendekatan Trait and Factor ini dipelopori oleh E.G. Williamson dan J.G.
Darley, serta pendukung-pendukung lainnya seperti Walter Bingham, Donald G,
Paterson, Thurstone, Eysenk dan Cattel.[4]
Pada umumnya konselor mempunyai orien-tasi behavioral akan bersikap
aktif dalam sesi-sesi konseling.[5] Terapis
tingkah laku (Pendekatan trait–factor) harus memainkan peran aktif dan
direktif dalam pemberian treatment, terapis tingkah laku secara khas
berfungsi sebagai guru, pengarah, dan ahli dalam mendiagnosis tingkah laku yang
maladaptif dan dalam menentukan prosedur penyembuhan yang diharapkan, me-ngarah
pada tingkah laku yang baru.[6]
Ayat mengenai teori traits and factor diantaranya dalam Q.S.
Hud (11):24 Allah SWT berfirman:
۞مَثَلُ
ٱلۡفَرِيقَيۡنِ كَٱلۡأَعۡمَىٰ وَٱلۡأَصَمِّ وَٱلۡبَصِيرِ وَٱلسَّمِيعِۚ هَلۡ
يَسۡتَوِيَانِ مَثَلًاۚ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ ٢٤
“Perbandingan kedua golongan itu (orang-orang kafir dan orang-orang
mukmin), seperti orang buta dan tuli dengan orang yang dapat melihat dan dapat
mendengar. Adakah kedua golongan itu sama Keadaan dan sifatnya?. Maka tidakkah
kamu mengambil pelajaran (daripada Perbandingan itu)?.”
Kesimpulannya adalah kepribadian manusia itu bukan hanya jiwa tetapi
merupakan perpaduan antara hati, sifat, pemikiran, fisik, yang kemudian
membentuk perilaku tertentu yang dipengaruhi oleh pembawaan dan lingkungan
sekitar.
B.
Urutan
Proses Konseling Trait and Factor
Proses
konseling Trait and Factor ber-langsung dalam enam tahap yaitu, antara
lain: Pertama, analisis atau pengumpulan data yang relevan dari klien.
Kedua, sintesis atau dengan
merangkum data klien sehingga menggambarkan keseluruhan pribadi klien.
Ketiga, diagnosis atau mengumpulkan semua masalah klien dan
sebab-sebabnya. Keempat, prognosis atau kemungkinan -kemungkinan yang
terjadi berdasarkan data yang ada. Kelima,
konseling atau keseluruhan proses pemberian bantuan. Keenam, tindak
lanjut (follow up) atau bantuan kepada klien apabila timbul masalah baru
dan evaluasi terhadap pe-laksanaan konseling. Dan melakukan Treatment (saat
prognosis) karena langkah ini merupakan inti dari pelaksanaan konseling yakni
menentukan teknik mana yang akan dipakai pada penyelesaian klien yakni Menurut Williamson[7] dalam
buku Fauzan mengemukakan bahwa ada beberapa teknik konseling trait and Factor
antara lain:
Establishing rapport
(menciptakan hu-bungan baik) untuk menciptakan hubungan baik, konselor perlu
menciptakan suasana yang hangat, bersikap ramah dan akrab, dan menghilangkan se-gala
kemungkinan situasi bersifat mengancam.
Cultivating Understanding yakni (memper-tajam
pemahaman diri) usaha pertama konselor adalah membantu klien lebih mampu
memahami diri sendiri yang mencakup segala kelebihan dan kelemahannya selanjutnya
klien dibantu dalam mengatasi kelemahan
dengan menmanfaatkan kelebihanannya sehingga teknik ini harus menjadi perhatian
utama konselor pada tahap analisis, sintesis dan diagnosis.
Carriying out the plain (melaksanakan
ren-cana) rencana program tindakan yang telah dibuat dan yang telah disertai
dengan pengujian ke-lebihan dan kekurangan maka diikuti pengam-bilan keputusan
klien untuk dilaksanakan.
Advising or planing a program of action
(memberi nasehat atau membantu merencanakan program tindakan) tugas konselor
setelah mem-bantu klien mengenali dirinya adalah membantu klien merencanakan
program tindakan. Oleh karena pemahaman konselor yang relatif terbatas, maka
dalam mengembangkan alternatif pe-nyelesaian masalah, konselor hendaknya tidak
selalu menggunakan saran langsung. Saran dapat diberikan namun hendaknya
dipilih saran persesuasif.
Refaral (pengiriman pada ahli lain) pada
dasarnya tidak semua masalah klien dapat dibantu oleh konselor karena kemampuan
konselor ada batas-batasnya, maka konselor hendaknya me-ngirimkan klien kepada
pihak lain yang lebih berwenang.
[1] Sumadi Suryabrata (2014) Psikologi Kepribadian. Jakarta:
Rajawali Pers. Hlm.204
[2] Howard.S.F dan Miriam.W.S (2008) Kepribadian Teori Klasik dan
Riset Modern Jilid I. Jakarta: Erlangga. Hlm.294
[3] Mohammad Surya (2003) Teori-Teori Konseling. Bandung: CV
Pustaka Bani Quraisy. Hlm.5.
[4] Rochman Natawidjaja (2005) Konseling Kelompok Dasar dan
Pendekatan. Bandung: Rizqi. hlm 74.
[5] Jeanette Murad Lesmana (2011) Dasar-Dasar Konseling.
Jakarta: UI-Press. hlm 29.
[6] Gerald C (2013) Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi.
Bandung: Refika Aditama. Hlm. 202
[7] Lutfi Fauzan (2004) Pendekatan-Pendekatan Konseling Individu.
Malang: Elang Mas. Hlm.96
Tidak ada komentar:
Posting Komentar