Jumat, 24 Februari 2017

MOTIVASI KONSELING



MOTIVASI KONSELING
Diajukan untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Psikologi Bimbingan dan Konseling
 


BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Motivasi Konseling
Pengertian motivasi adalah dari kata “Motivation. “Kebutuhan”, dorongan”, dan “instink”. Jadi motivasi adalah dorongan-dorongan yang timbul pada diri atau dari dalam diri seorang atau individu yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku, yang menghasilkan tujuan (motif).
Istilah motivasi baru digunakan sejak awal abad ke-20. Selama beratus-ratus tahun, manusia di pandang sebagai makhluk rasional dan intelek yang memilih tujuan dan dapat menentukan sederet perbuatan secara bebas. Nalarlah yang menentukan apa yang dilakukan manusia. Manusia bebas memilih, dengan pilihan yang ada baik atau buruk, tergantung pada intelegensi dan pendidikan individu, oleh karenanya manusia bertanggung jawab penuh terhadap setiap perilakunya (Shaleh,Abdul Rahman, 2008: 178).
Motivasi adalah karakteristik psikologis manusia yang memberi kontribusi pada setiap tingkat komitmen seseorang. Hal ini termasuk faktor- faktor yang menyebabkan, menyalurkan, dan mempertahankan tingkah laku manusia dalam arah tekad tertentu (Nursalam, 2008).
Motivasi adalah proses kesediaan melakukan usaha tingkat tinggi untuk mencapai sasaran organisasi yang dikondisikan oleh kemampuan usaha tersebut untuk memuaskan kebutuhan sejumlah individu. Meskipun secara umum motivasi merujuk ke upaya yang dilakukan guna mencapai setiap sasaran, disini kita merujuk ke sasaran organisasi karena fokus kita adalah perilaku yang berkaitan dengan kerja (Robbins & Coulter, 2007).
Oleh sebagian besar ahli, proses motivasi diarahkan untuk mencapai tujuan. Tujuan atau hasil yang dicari karyawan dipandang sebagai kekuatan yang bisa menarik orang. Memotivasi orang adalah proses manajemen untuk mempengaruhi tingkah laku manusia berdasarkan pengetahuan mengenai apa yang membuat orang tergerak (Suarli dan Bahtiar, 2010).
Motivasi diguanakan untuk menunjukan suatu keadaan dalam diri seorang yang berasal dari akibat kebutuhan,dan motiv inilah yang mengaktifkan atau yang membangkitkan perilaku seseorang yang biasanya tertuju pada pemenuhan kebutuhan tadi. Motif yang mucul untuk kebutuhan fisiologis sebut dorongan. Ayat yang berkenaan dengan motivasi ialah Qur’an surat Ar-Rad ayat 11:
žcÎ)... ©!$# Ÿw çŽÉitóム$tB BQöqs)Î/ 4Ó®Lym (#rçŽÉitóム$tB öNÍkŦàÿRr'Î/ 3 ....
“...Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaanyang ada pada diri mereka sendiri...”
Memahami motivasi merupakan satu hal penting bagi para konselor dalam proses konseling, karena berbagai alasan:
1.      Klien harus didorong untuk bekerjasama dalam konseling dan senantiasa berada dalam situasi itu.
2.      Klien harus senantiasa di dorong untuk berbuat dan berusaha sesuai tuntutan.
3.      Motivasi merupakan hal yang penting dalam memelihara dan mengembangkan suasana konseling.

B.       Konsep Motivasi
Memahami motivasi merupakan satu hal yang sangat penting bagi para konselor dalam proses konseling karena beberapa alasan yaitu klien harus didorong untuk bekerjasama dalam konseling dan senantiasa berada dalam situasi itu, klien harus senantiasa didorong untuk berbuat dan berusaha sesuai dengan tuntutan, motivasi merupakan hal yang penting dalam memelihara dan mengembangkan suasana konseling.
1.      Motivasi belajar adalah proses internal yang mengaktifkan, memadu dan mempertahankan perilaku dari waktu ke waktu. Individu termotivasi karena berbagai alasan yang berbeda, dengan intensitas yang berbeda.
2.      Motivasi belajar bergantung pada teori yang menjelaskannya, dapat merupakn suatu konsekuensi dari penguatan (reinforcement ), suatu ukuran kebutuhan manusia, suatu hasil dari disonan dan ketidakcocokan, suatu atribusi dari keberhasilan atau kegagalan, atau suatu harapan dari peluang keberhasilan.
3.      Motivasi belajar dapat ditingkatkan dengan penekanan tujuan – tujuan belajar dan pemberdayaan atribusi.
4.      Motivasi belajar dapat meningkat apabila guru membangkitkan minat siswa, memelihara rasa ingin tahu mereka, menggunakan berbagai macam pengajaran, menyatakan harapan dengan jelas, dan memberikan umpan balik (feed back ) dengan sering dan segera.
5.      Motivasi belajar dapat meningkat pada diri siswa apabila guru memberikan ganjaran yang memiliki kontingen, spesifik, dan dapat dipercaya.
6.      Motivasi berprestasi dapat didefinisikan sebagai kecendrungan umum untuk mengupayakan keberhasilan dan memilih kegiatan – kegiatan yang berorientasi pada keberhasilan / kegagalan. Siswa dapat termotivasi dengan orientasi ke arah tujuan – tujuan penampilan. Mereka mengambil mata pelajaran yang menantang. Siswa yang berjuang demi tujuan – tujuan penampilan berusaha mendapatkan penilaian positif terhadap kompetensi mereka. Mereka berusaha untuk mendapatkan nilai yang baik dengan cara menghindar dari mata pelajaran yang sulit. Guru dapat membantu siswa dengan mengkomunikasikan bahwa keberhasilan itu mungkin dicapai.

C.      Teori-Teori Motivasi
Teori-teori motivasi berikut ini berbagai teori-teori motivasi menurut para pakarnya yaitu: Maslow (teori hierarki kebutuhan), McClelland (teori motivasi prestasi), Mc Gregor (teori X dan Y), teori motivasi Hezberg, dan Teori ERG Aldefer. Berikut penjelasannya:
1.        Teori Motivasi Maslow
Maslow menggunakan piramida sebagai peraga untuk memvisualisasi gagasannya mengenai teori hirarki kebutuhan. Menurut Maslow, manusia termotivasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut memiliki tingkatan atau hirarki, mulai dari yang paling rendah (bersifat dasar/fisiologis) sampai yang paling tinggi (aktualisasi diri). Teori Maslow Maslow membagi kebutuhan manusia sebagai berikut:
a.         Kebutuhan Fisiologis
Kebutuhan fisiologis merupakan hirarki kebutuhan manusia yang paling dasar yang merupakan kebutuhan untuk dapat hidup seperti makan, minum, perumahan, oksigen, tidur dan sebagainya yang ditandai oleh kekurangan (defisi) sesuatu dalam tubuh orang yang bersangkutan.
Kebutuhan ini dinamakan juga kebutuhan dasar (basic needs) yang jika tidak dipenuhi dalam keadaan yang sangat ekstrim (misalnya kelaparan) bisa menyebabkan manusia yang bersangkutan kehilangan kendali atas perilakunya sendiri karena seluruh kapasitas manusia tersebut dikerahkan dan dipusatkan hanya untuk memenuhi kebutuhan dasarnya itu. Sebaliknya, jika kebutuhan dasar ini relatif sudah tercukupi, muncullah kebutuhan yang lebih tinggi yaitu kebutuhan akan rasa aman atau disebut safety needs (Abraham Maslow, 2006:153).
b.        Kebutuhan Rasa Aman
Apabila kebutuhan fisiologis relatif sudah terpuaskan, maka muncul kebutuhan yang kedua yaitu kebutuhan akan rasa aman. Kebutuhan akan rasa aman ini meliputi keamanan akan perlindungan dari bahaya kecelakaan kerja, jaminan akan kelangsungan pekerjaannya dan jaminan akan hari tuanya pada saat mereka tidak lagi bekerja.
Karena adanya kebutuhan inilah maka manusia membuat peraturan, undang-undang, mengembangkan kepercayaan, membuat sistem, asuransi, pensiun dan sebagainya. Sama halnya dengan basic needs, kalau safety needs ini terlalu lama dan terlalu banyak tidak terpenuhi, maka pandangan seseorang tentang dunianya bisa terpengaruh dan pada gilirannya pun perilakunya akan cenderung ke arah yang makin negatif (Abraham H. Maslow, 1968: 25).


c.         Kebutuhan Sosial
Jika kebutuhan fisiologis dan rasa aman telah terpuaskan secara minimal, maka akan muncul kebutuhan sosial, yaitu kebutuhan untuk persahabatan, afiliasi dana interaksi yang lebih erat dengan orang lain. Dalam organisasi akan berkaitan dengan kebutuhan akan adanya kelompok kerja yang kompak, supervisi yang baik, rekreasi bersama dan sebagainya.
d.        Kebutuhan Penghargaan
Kebutuhan ini meliputi kebutuhan keinginan untuk dihormati, dihargai atas prestasi seseorang, pengakuan atas kemampuan dan keahlian seseorang serta efektifitas kerja seseorang, yang mencakup harga diri.
Sehingga ada dua macam kebutuhan akan harga diri. Pertama, adalah kebutuhan-kebutuhan akan kekuatan, penguasaan, kompetensi, percaya diri, dan kemandirian. Sedangkan yang kedua adalah kebutuhan akan penghargaan dari orang lain, status, ketenaran, dominasi, kebanggaan, dianggap penting dan apresiasi dari orang lain. Orang-orang yang terpenuhi kebutuhannya akan harga diri akan tampil sebagai orang yang percaya diri, tidak tergantung pada orang lain dan selalu siap untuk berkembang (Sarlito W. Sarwono, 2002: 174), terus untuk selanjutnya meraih kebutuhan yang tertinggi yaitu aktualisasi diri (self actualization).
e.         Kebutuhan Aktualisasi diri
Aktualisasi diri merupakan hirarki kebutuhan dari Maslow yang paling tinggi. Aktualisasi diri berkaitan dengan proses pengembangan potensi yang sesungguhnya dari seseorang. Kebutuhan untuk menunjukkan kemampuan, keahlian dan potensi yang dimiliki seseorang. Malahan kebutuhan akan aktualisasi diri ada kecenderungan potensinya yang meningkat karena orang mengaktualisasikan perilakunya. Seseorang yang didominasi oleh kebutuhan akan aktualisasi diri senang akan tugas-tugas yang menantang kemampuan dan keahliannya.
Kebutuhan aktualisasi diri merupakan kebutuhan yang terdapat 17 meta kebutuhan yang tidak tersusun secara hirarki, melainkan saling mengisi. Jika berbagai meta kebutuhan tidak terpenuhi maka akan terjadi meta patologi seperti apatisme, kebosanan, putus asa, tidak punya rasa humor lagi, keterasingan, mementingkan diri sendiri, kehilangan selera dan sebagainya (Abraham Maslow, 2006: 299).
Kesimpulan: Teori Maslow mengasumsikan bahwa orang berkuasa memenuhi kebutuhan yang lebih pokok (fisiologis) sebelum mengarahkan perilaku memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi (perwujudan diri). Kebutuhan yang lebih rendah harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum kebutuhan yang lebih tinggi seperti perwujudan diri mulai mengembalikan perilaku seseorang. Hal yang penting dalam pemikiran Maslow ini bahwa kebutuhan yang telah dipenuhi memberi motivasi. Apabila seseorang memutuskan bahwa ia menerima uang yang cukup untuk pekerjaan dari organisasi tempat ia bekerja, maka uang tidak mempunyai daya intensitasnya lagi. Jadi bila suatu kebutuhan mencapai puncaknya, kebutuhan itu akan berhenti menjadi motivasi utama dari perilaku. Kemudian kebutuhan kedua mendominasi, tetapi walaupun kebutuhan telah terpuaskan, kebutuhan itu masih mempengaruhi perilaku hanya intensitasnya yang lebih kecil (Purwanto, M Ngalim, 2010: 76)

2.        Teori Motivasi Prestasi dari Mc. Clelland
Konsep penting lain dari teori motivasi yang didasarkan dari kekuatan yang ada pada diri manusia adalah motivasi prestasi menurut Mc Clelland seseorang dianggap mempunyai motivasi apabila dia mempunyai keinginan berprestasi lebih baik daripada yang lain pada banyak situasi Mc. Clelland menguatkan pada tiga kebutuhan menurut Reksohadiprojo dan Handoko :
a.         Kebutuhan prestasi
Tercermin dari keinginan mengambil tugas yang dapat dipertanggung jawabkan secara pribadi atas perbuatan-perbuatannya. Ia menentukan tujuan yang wajar dapat memperhitungkan resiko dan ia berusaha melakukan sesuatu secara kreatif dan inovatif.
b.        Kebutuhan afiliasi
Kebutuhan ini ditujukan dengan adanya bersahabat.

c.         Kebutuhan kekuasaan
Kebutuhan ini tercermin pada seseorang yang ingin mempunyai pengaruh atas orang lain, dia peka terhadap struktur pengaruh antar pribadi dan ia mencoba menguasai orang lain dengan mengatur perilakunya dan membuat orang lain terkesan kepadanya, serta selalu menjaga reputasi dan kedudukannya.

3.         Teori Motivasi dari Herzberg
Teori motivasi yang dikemukakan oleh Herzberg dan kelompoknya. Teori ini sering disebut dengan M – H atau teori dua faktor, bagaimana manajer dapat mengendalikan faktor-faktor yang dapat menghasilkan kepuasan kerja atau ketidakpuasan kerja.
Berdasarkan penelitian telah dikemukakan dua kelompok faktor yang mempengaruhi seseorang dalam organisasi, yaitu ”motivasi”. Disebut bahwa motivasi yang sesungguhnya sebagai faktor sumber kepuasan kerja adalah prestasi, promosi, penghargaan dan tanggung jawab.
Kelompok faktor kedua adalah ”iklim baik” dibuktikan bukan sebagai sumber kepuasan kerja justru sebagai sumber ketidakpuasan kerja. Faktor ini adalah kondisi kerja, hubungan antar pribadi, teknik pengawasan dan gaji. Perbaikan faktor ini akan mengurangi ketidakpuasan kerja, tetapi tidak akan menimbulkan dorongan kerja. Faktor ”iklim baik” tidak akan menimbulkan motivasi, tetapi tidak adanya faktor ini akan menjadikan tidak berfungsinya faktor ”motivasi”.

4.         Teori ERG Aldefer
Teori Aldefer merupakan teori motivasi yang mengatakan bahwa individu mempunyai kebutuhan tiga hirarki yaitu : ekstensi (E), keterkaitan (Relatedness) (R), dan pertumbuhan (Growth) (G).
Teori ERG juga mengungkapkan bahwa sebagai tambahan terhadap proses kemajuan pemuasan juga proses pengurangan keputusan. Yaitu, jika seseorang terus-menerus terhambat dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhan menyebabkan individu tersebut mengarahkan pada upaya pengurangan karena menimbulkan usaha untuk memenuhi kebutuhan yang lebih rendah.
Penjelasan tentang teori ERG Aldefer menyediakan sarana yang penting bagi manajer tentang perilaku. Jika diketahui bahwa tingkat kebutuhan yang lebih tinggi dari seseorang bawahan misalnya, pertumbuhan nampak terkendali, mungkin karena kebijaksanaan perusahaan, maka hal ini harus menjadi perhatian utama manajer untuk mencoba mengarahkan kembali upaya bawahan yang bersangkutan memenuhi kebutuhan akan keterkaitan atau kebutuhan eksistensi. Teori ERG Aldefer mengisyaratkan bahwa individu akan termotivasi untuk melakukan sesuatu guna memenuhi salah satu dari ketiga perangkat kebutuhan.

D.      Prinsip-Prinsip Motivasi
Beberapa prinsip motivasi yang dapat dijadikan acuan adalah antara lain (Khodijah,Nyanyu, 2014: 10) :
1.      Prinsip Kompetisi
Persaingan secara sehat baik inter maupun antar pribadi. Kompetisi intra pribadi adalah kompetisi dalam diri pribadi masing-masing dari tindakan / unjuk kerja dalam dimensi tempat atau waktu. Kompetisi antar pribadi adalah persaingan antara individu yang satu dengan individu yang lain.
2.      Prinsip Pemacu
Dorongan untuk melakukan berbagai tindakan akan terjadi apabila ada pemacu yang berupa informasi, nasehat, amanat, peringatan, percontohan.
3.      Prinsip Ganjaran dan Hukuman
Ganjaran yang diterima oleh seseorang dapat meningkatkan motivasi untuk melakukan tindakan yang dilakukan, sedangkan hukuman yang diberikan dapat menimbulkan motivasi untuk tidak lagi melakukan tindakan yang menyebabkan hukuman itu.

4.      Kejelasan dan Kedekatan Tujuan
Konselor seyogyanya membantu klien dalam memahami tujuannya secara jelas. Melalui konseling, klien dibantu untuk membuat tujuan-tujuan yang masih umum dan jauh menjadi tujuan yang khusus.
5.      Pemahaman Hasil
Konselor seyogianya selalu memberikan balikan kepada setiap unjuk kerja yang telah dihasilkan oleh klien. Umpan balik ini akan bermanfaat untuk mengukur derajat unjuk kerja yang telah dihasilkan untuk keperluan perbaikan dan peningkatan selanjutnya.
6.      Pengembangan Minat
Minat dapat diartikan sebagai rasa senang atau tidak senang dalam menghadapi suatu objek. Prinsip dasarnya adala bahwa motivasi seseorang cenderung akan meningkat apabila yang bersangkutan memiliki minat yang besar dalam melakukan tindakannya.
7.      Lingkungan yang Kondusif
Lingkungan yang kondusif baik lingkungan fisik, sosial maupun psikologis dapat menumbukan dan mengembangkan motif untuk bekerja dengan baik dan produktif. 

DAFTAR PUSTAKA

Abraham H. Maslow.(1968) Toward a Psychology of Being, 2d ed. New York:
D. Van Nostrad.
Abraham Maslow.(2006) On Dominace, Self Esteen and Self Actualization. Ann
Kaplan: Maurice Basset.
Abdul Rahman.(2008) Psikologi. Jakarta:Prenada Media Grup.
Khodijah, Nyanyu.(2014) Psikologi Pendidikan. Bandung: Raja Grafindo
Persada.
Sarlito W. Sarwono.(2002) Berkenalan dengan Aliran-aliran dan Tokoh-tokoh
Psikologi. Jakarta: Bulan Bintang.
Purwanto, M Ngalim. (2010) Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda
Karya



Tidak ada komentar:

Posting Komentar