MOTIVASI
KONSELING
Diajukan untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Psikologi
Bimbingan dan Konseling
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Motivasi Konseling
Pengertian
motivasi adalah dari kata “Motivation. “Kebutuhan”, dorongan”, dan “instink”.
Jadi motivasi adalah dorongan-dorongan yang timbul pada diri atau dari dalam
diri seorang atau individu yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku, yang
menghasilkan tujuan (motif).
Istilah
motivasi baru digunakan sejak awal abad ke-20. Selama beratus-ratus tahun,
manusia di pandang sebagai makhluk rasional dan intelek yang memilih tujuan dan
dapat menentukan sederet perbuatan secara bebas. Nalarlah yang menentukan apa
yang dilakukan manusia. Manusia bebas memilih, dengan pilihan yang ada baik
atau buruk, tergantung pada intelegensi dan pendidikan individu, oleh karenanya
manusia bertanggung jawab penuh terhadap setiap perilakunya (Shaleh,Abdul
Rahman, 2008: 178).
Motivasi adalah karakteristik psikologis manusia yang memberi
kontribusi pada setiap tingkat komitmen seseorang. Hal ini termasuk faktor-
faktor yang menyebabkan, menyalurkan, dan mempertahankan tingkah laku manusia
dalam arah tekad tertentu (Nursalam, 2008).
Motivasi adalah proses kesediaan melakukan usaha tingkat tinggi
untuk mencapai sasaran organisasi yang dikondisikan oleh kemampuan usaha
tersebut untuk memuaskan kebutuhan sejumlah individu. Meskipun secara umum
motivasi merujuk ke upaya yang dilakukan guna mencapai setiap sasaran, disini
kita merujuk ke sasaran organisasi karena fokus kita adalah perilaku yang
berkaitan dengan kerja (Robbins & Coulter, 2007).
Oleh sebagian besar ahli, proses motivasi diarahkan untuk mencapai
tujuan. Tujuan atau hasil yang dicari karyawan dipandang sebagai kekuatan yang
bisa menarik orang. Memotivasi orang adalah proses manajemen untuk mempengaruhi
tingkah laku manusia berdasarkan pengetahuan mengenai apa yang membuat orang
tergerak (Suarli dan Bahtiar, 2010).
Motivasi diguanakan untuk menunjukan suatu keadaan dalam diri
seorang yang berasal dari akibat kebutuhan,dan motiv inilah yang mengaktifkan
atau yang membangkitkan perilaku seseorang yang biasanya tertuju pada pemenuhan
kebutuhan tadi. Motif yang mucul untuk kebutuhan fisiologis sebut
dorongan. Ayat yang berkenaan dengan motivasi ialah Qur’an surat Ar-Rad ayat
11:
cÎ)... ©!$# w çÉitóã $tB BQöqs)Î/ 4Ó®Lym (#rçÉitóã $tB öNÍkŦàÿRr'Î/ 3 ....
“...Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan sesuatu kaum
sehingga mereka merubah keadaanyang ada pada diri mereka sendiri...”
Memahami motivasi merupakan satu hal penting bagi para konselor
dalam proses konseling, karena berbagai alasan:
1.
Klien harus didorong untuk bekerjasama dalam konseling dan
senantiasa berada dalam situasi itu.
2.
Klien harus senantiasa di dorong untuk berbuat dan berusaha sesuai
tuntutan.
3.
Motivasi merupakan hal yang penting dalam memelihara dan
mengembangkan suasana konseling.
B.
Konsep Motivasi
Memahami
motivasi merupakan satu hal yang sangat penting bagi para konselor dalam proses
konseling karena beberapa alasan yaitu klien harus didorong untuk bekerjasama
dalam konseling dan senantiasa berada dalam situasi itu, klien harus senantiasa
didorong untuk berbuat dan berusaha sesuai dengan tuntutan, motivasi merupakan
hal yang penting dalam memelihara dan mengembangkan suasana konseling.
1.
Motivasi
belajar adalah proses internal yang mengaktifkan, memadu dan mempertahankan
perilaku dari waktu ke waktu. Individu termotivasi karena berbagai alasan yang
berbeda, dengan intensitas yang berbeda.
2.
Motivasi
belajar bergantung pada teori yang menjelaskannya, dapat merupakn suatu
konsekuensi dari penguatan (reinforcement ), suatu ukuran kebutuhan manusia,
suatu hasil dari disonan dan ketidakcocokan, suatu atribusi dari keberhasilan
atau kegagalan, atau suatu harapan dari peluang keberhasilan.
3.
Motivasi
belajar dapat ditingkatkan dengan penekanan tujuan – tujuan belajar dan
pemberdayaan atribusi.
4.
Motivasi
belajar dapat meningkat apabila guru membangkitkan minat siswa, memelihara rasa
ingin tahu mereka, menggunakan berbagai macam pengajaran, menyatakan harapan
dengan jelas, dan memberikan umpan balik (feed back ) dengan sering dan segera.
5.
Motivasi
belajar dapat meningkat pada diri siswa apabila guru memberikan ganjaran yang
memiliki kontingen, spesifik, dan dapat dipercaya.
6.
Motivasi
berprestasi dapat didefinisikan sebagai kecendrungan umum untuk mengupayakan
keberhasilan dan memilih kegiatan – kegiatan yang berorientasi pada
keberhasilan / kegagalan. Siswa dapat termotivasi dengan orientasi ke arah
tujuan – tujuan penampilan. Mereka mengambil mata pelajaran yang menantang.
Siswa yang berjuang demi tujuan – tujuan penampilan berusaha mendapatkan
penilaian positif terhadap kompetensi mereka. Mereka berusaha untuk mendapatkan
nilai yang baik dengan cara menghindar dari mata pelajaran yang sulit. Guru
dapat membantu siswa dengan mengkomunikasikan bahwa keberhasilan itu mungkin
dicapai.
C.
Teori-Teori Motivasi
Teori-teori motivasi
berikut ini berbagai teori-teori motivasi menurut para pakarnya yaitu: Maslow
(teori hierarki kebutuhan), McClelland (teori motivasi prestasi), Mc Gregor
(teori X dan Y), teori motivasi Hezberg, dan Teori ERG Aldefer. Berikut
penjelasannya:
1.
Teori Motivasi Maslow
Maslow menggunakan piramida
sebagai peraga untuk memvisualisasi gagasannya mengenai teori hirarki kebutuhan. Menurut Maslow, manusia termotivasi
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut
memiliki tingkatan atau hirarki, mulai dari yang paling rendah (bersifat dasar/fisiologis)
sampai yang paling tinggi (aktualisasi diri). Teori Maslow Maslow membagi kebutuhan manusia sebagai berikut:
a.
Kebutuhan Fisiologis
Kebutuhan fisiologis merupakan hirarki kebutuhan manusia yang paling dasar
yang merupakan kebutuhan untuk dapat hidup seperti makan, minum, perumahan,
oksigen, tidur dan sebagainya yang
ditandai oleh kekurangan (defisi) sesuatu dalam tubuh orang yang bersangkutan.
Kebutuhan ini dinamakan juga kebutuhan
dasar (basic needs)
yang jika tidak dipenuhi dalam keadaan yang sangat ekstrim (misalnya kelaparan)
bisa menyebabkan manusia yang bersangkutan kehilangan kendali atas perilakunya
sendiri karena seluruh kapasitas manusia tersebut dikerahkan dan dipusatkan
hanya untuk memenuhi kebutuhan dasarnya itu. Sebaliknya, jika kebutuhan dasar
ini relatif sudah tercukupi, muncullah kebutuhan yang lebih tinggi yaitu
kebutuhan akan rasa aman
atau disebut safety needs (Abraham Maslow,
2006:153).
b.
Kebutuhan Rasa Aman
Apabila kebutuhan fisiologis relatif sudah terpuaskan, maka muncul
kebutuhan yang kedua yaitu kebutuhan akan rasa aman. Kebutuhan akan rasa aman
ini meliputi keamanan akan perlindungan dari bahaya kecelakaan kerja, jaminan
akan kelangsungan pekerjaannya dan jaminan akan hari tuanya pada saat mereka
tidak lagi bekerja.
Karena adanya kebutuhan inilah maka manusia
membuat peraturan, undang-undang, mengembangkan kepercayaan, membuat sistem, asuransi,
pensiun dan sebagainya. Sama halnya dengan basic needs, kalau safety
needs ini terlalu lama dan terlalu banyak tidak terpenuhi, maka pandangan
seseorang tentang dunianya bisa terpengaruh dan pada gilirannya pun perilakunya
akan cenderung ke arah yang makin negatif (Abraham
H. Maslow, 1968: 25).
c.
Kebutuhan Sosial
Jika kebutuhan fisiologis dan rasa aman telah terpuaskan secara minimal,
maka akan muncul kebutuhan sosial, yaitu kebutuhan untuk persahabatan, afiliasi
dana interaksi yang lebih erat dengan orang lain. Dalam organisasi akan
berkaitan dengan kebutuhan akan adanya kelompok kerja yang kompak, supervisi
yang baik, rekreasi bersama dan sebagainya.
d.
Kebutuhan Penghargaan
Kebutuhan ini meliputi kebutuhan keinginan untuk dihormati, dihargai atas
prestasi seseorang, pengakuan atas kemampuan dan keahlian seseorang serta
efektifitas kerja seseorang, yang mencakup harga diri.
Sehingga ada dua macam kebutuhan akan harga diri. Pertama, adalah
kebutuhan-kebutuhan akan kekuatan, penguasaan, kompetensi, percaya
diri, dan kemandirian. Sedangkan yang kedua adalah kebutuhan akan penghargaan
dari orang lain, status, ketenaran, dominasi, kebanggaan, dianggap penting dan apresiasi dari orang lain. Orang-orang yang terpenuhi kebutuhannya akan harga diri akan
tampil sebagai orang yang percaya diri, tidak tergantung pada orang lain dan
selalu siap untuk berkembang (Sarlito W. Sarwono,
2002: 174), terus untuk selanjutnya meraih kebutuhan yang tertinggi
yaitu aktualisasi diri (self actualization).
e.
Kebutuhan Aktualisasi diri
Aktualisasi diri merupakan hirarki kebutuhan dari Maslow yang paling
tinggi. Aktualisasi diri berkaitan dengan proses pengembangan potensi yang
sesungguhnya dari seseorang. Kebutuhan untuk menunjukkan kemampuan, keahlian
dan potensi yang dimiliki seseorang. Malahan kebutuhan akan aktualisasi diri
ada kecenderungan potensinya yang meningkat karena orang mengaktualisasikan
perilakunya. Seseorang yang didominasi oleh kebutuhan akan aktualisasi diri
senang akan tugas-tugas yang menantang kemampuan dan keahliannya.
Kebutuhan aktualisasi diri
merupakan kebutuhan yang terdapat 17 meta kebutuhan yang tidak tersusun secara
hirarki, melainkan saling mengisi. Jika berbagai meta kebutuhan tidak terpenuhi
maka akan terjadi meta patologi seperti apatisme, kebosanan, putus
asa, tidak punya
rasa humor lagi, keterasingan, mementingkan diri sendiri, kehilangan selera
dan sebagainya (Abraham Maslow, 2006: 299).
Kesimpulan: Teori
Maslow mengasumsikan bahwa orang berkuasa memenuhi kebutuhan yang lebih pokok
(fisiologis) sebelum mengarahkan perilaku memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi
(perwujudan diri). Kebutuhan yang lebih rendah harus dipenuhi terlebih dahulu
sebelum kebutuhan yang lebih tinggi seperti perwujudan diri mulai mengembalikan
perilaku seseorang. Hal yang penting dalam pemikiran Maslow ini bahwa kebutuhan
yang telah dipenuhi memberi motivasi. Apabila seseorang memutuskan bahwa ia
menerima uang yang cukup untuk pekerjaan dari organisasi tempat ia bekerja,
maka uang tidak mempunyai daya intensitasnya lagi. Jadi bila suatu kebutuhan
mencapai puncaknya, kebutuhan itu akan berhenti menjadi motivasi utama dari
perilaku. Kemudian kebutuhan kedua mendominasi, tetapi walaupun kebutuhan telah
terpuaskan, kebutuhan itu masih mempengaruhi perilaku hanya intensitasnya yang
lebih kecil (Purwanto, M Ngalim, 2010: 76)
2.
Teori Motivasi Prestasi dari Mc. Clelland
Konsep penting lain dari teori motivasi yang didasarkan dari kekuatan yang
ada pada diri manusia adalah motivasi prestasi menurut Mc Clelland seseorang
dianggap mempunyai motivasi apabila dia mempunyai keinginan berprestasi lebih
baik daripada yang lain pada banyak situasi Mc. Clelland menguatkan pada tiga
kebutuhan menurut Reksohadiprojo dan Handoko :
a.
Kebutuhan prestasi
Tercermin dari keinginan mengambil tugas yang dapat dipertanggung jawabkan
secara pribadi atas perbuatan-perbuatannya. Ia menentukan tujuan yang wajar
dapat memperhitungkan resiko dan ia berusaha melakukan sesuatu secara kreatif
dan inovatif.
b.
Kebutuhan afiliasi
Kebutuhan ini ditujukan dengan adanya bersahabat.
c.
Kebutuhan kekuasaan
Kebutuhan ini tercermin pada seseorang yang ingin mempunyai pengaruh atas
orang lain, dia peka terhadap struktur pengaruh antar pribadi dan ia mencoba
menguasai orang lain dengan mengatur perilakunya dan membuat orang lain
terkesan kepadanya, serta selalu menjaga reputasi dan kedudukannya.
3.
Teori Motivasi dari Herzberg
Teori motivasi yang dikemukakan oleh Herzberg dan kelompoknya. Teori ini
sering disebut dengan M – H atau teori dua faktor, bagaimana manajer dapat
mengendalikan faktor-faktor yang dapat menghasilkan kepuasan kerja atau
ketidakpuasan kerja.
Berdasarkan penelitian telah dikemukakan dua kelompok faktor yang
mempengaruhi seseorang dalam organisasi, yaitu ”motivasi”. Disebut bahwa
motivasi yang sesungguhnya sebagai faktor sumber kepuasan kerja adalah
prestasi, promosi, penghargaan dan tanggung jawab.
Kelompok faktor kedua adalah ”iklim baik” dibuktikan bukan sebagai sumber
kepuasan kerja justru sebagai sumber ketidakpuasan kerja. Faktor ini adalah
kondisi kerja, hubungan antar pribadi, teknik pengawasan dan gaji. Perbaikan
faktor ini akan mengurangi ketidakpuasan kerja, tetapi tidak akan menimbulkan
dorongan kerja. Faktor ”iklim baik” tidak akan menimbulkan motivasi, tetapi
tidak adanya faktor ini akan menjadikan tidak berfungsinya faktor ”motivasi”.
4.
Teori ERG Aldefer
Teori Aldefer merupakan teori motivasi yang mengatakan bahwa individu
mempunyai kebutuhan tiga hirarki yaitu : ekstensi (E), keterkaitan
(Relatedness) (R), dan pertumbuhan (Growth) (G).
Teori ERG juga mengungkapkan bahwa sebagai tambahan terhadap proses
kemajuan pemuasan juga proses pengurangan keputusan. Yaitu, jika seseorang
terus-menerus terhambat dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhan menyebabkan
individu tersebut mengarahkan pada upaya pengurangan karena menimbulkan usaha
untuk memenuhi kebutuhan yang lebih rendah.
Penjelasan tentang teori ERG Aldefer menyediakan sarana yang penting bagi
manajer tentang perilaku. Jika diketahui bahwa tingkat kebutuhan yang lebih
tinggi dari seseorang bawahan misalnya, pertumbuhan nampak terkendali, mungkin
karena kebijaksanaan perusahaan, maka hal ini harus menjadi perhatian utama
manajer untuk mencoba mengarahkan kembali upaya bawahan yang bersangkutan
memenuhi kebutuhan akan keterkaitan atau kebutuhan eksistensi. Teori ERG
Aldefer mengisyaratkan bahwa individu akan termotivasi untuk melakukan sesuatu
guna memenuhi salah satu dari ketiga perangkat kebutuhan.
D. Prinsip-Prinsip Motivasi
Beberapa
prinsip motivasi yang dapat dijadikan acuan adalah antara lain (Khodijah,Nyanyu,
2014: 10) :
1.
Prinsip
Kompetisi
Persaingan secara sehat baik inter maupun antar
pribadi. Kompetisi intra pribadi adalah kompetisi dalam diri pribadi masing-masing
dari tindakan / unjuk kerja dalam dimensi tempat atau waktu. Kompetisi antar
pribadi adalah persaingan antara individu yang satu dengan individu yang lain.
2.
Prinsip Pemacu
Dorongan untuk melakukan berbagai tindakan akan
terjadi apabila ada pemacu yang berupa informasi, nasehat, amanat, peringatan,
percontohan.
3.
Prinsip
Ganjaran dan Hukuman
Ganjaran yang diterima oleh seseorang dapat
meningkatkan motivasi untuk melakukan tindakan yang dilakukan, sedangkan
hukuman yang diberikan dapat menimbulkan motivasi untuk tidak lagi melakukan
tindakan yang menyebabkan hukuman itu.
4.
Kejelasan dan
Kedekatan Tujuan
Konselor seyogyanya membantu klien dalam
memahami tujuannya secara jelas. Melalui konseling, klien dibantu untuk membuat
tujuan-tujuan yang masih umum dan jauh menjadi tujuan yang khusus.
5. Pemahaman Hasil
Konselor seyogianya selalu memberikan balikan
kepada setiap unjuk kerja yang telah dihasilkan oleh klien. Umpan balik ini
akan bermanfaat untuk mengukur derajat unjuk kerja yang telah dihasilkan untuk
keperluan perbaikan dan peningkatan selanjutnya.
6.
Pengembangan
Minat
Minat dapat diartikan sebagai rasa senang atau
tidak senang dalam menghadapi suatu objek. Prinsip dasarnya adala bahwa
motivasi seseorang cenderung akan meningkat apabila yang bersangkutan memiliki minat
yang besar dalam melakukan tindakannya.
7.
Lingkungan yang
Kondusif
Lingkungan yang kondusif baik lingkungan fisik,
sosial maupun psikologis dapat menumbukan dan mengembangkan motif untuk bekerja
dengan baik dan produktif.
DAFTAR PUSTAKA
Abraham H. Maslow.(1968) Toward a Psychology of Being, 2d ed.
New York:
D. Van Nostrad.
Abraham Maslow.(2006) On Dominace, Self Esteen and Self
Actualization. Ann
Kaplan: Maurice
Basset.
Abdul Rahman.(2008)
Psikologi. Jakarta:Prenada Media Grup.
Khodijah,
Nyanyu.(2014) Psikologi Pendidikan. Bandung: Raja Grafindo
Persada.
Sarlito W. Sarwono.(2002) Berkenalan dengan Aliran-aliran dan
Tokoh-tokoh
Psikologi. Jakarta:
Bulan Bintang.
Purwanto, M
Ngalim. (2010) Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda
Karya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar